kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Di balik kegemaran Kim Jong Un menonton drama TV


Senin, 04 Desember 2017 / 16:40 WIB
Di balik kegemaran Kim Jong Un menonton drama TV


Sumber: CNBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - PYONGYANG. Pemimpin diktator berusia 33 tahun, Kim Jong Un, sangat mencintai televisi.

Menurut Jean H Lee, analis dari Woodrow Wilson International Center for Scholars, di bawah kepemimpinannya, konten-konten yang diproduksi oleh stasiun TV milik pemerintah kerap dijadikan sebagai alat propaganda utama, menggantikan film-film panjang yang lebih disukai oleh ayahnya Kim Jong Il.

Dalam riset terbarunya, Lee mendeskripsikan bagaimana pemerintahan Kim menciptakan drama-drama TV yang lebih dikonsentrasikan bagi anak-anak muda dan teknologi untuk menggambarkan generasi mendatang Korut. Hal ini sangat kontras dari dinasti Kim sebelumnya yang kerap membuat film mengenai kehidupan militer dan ketaatan tentara untuk mempengaruhi warga negaranya.

"Dengan adanya perubahan kepemimpinan, pasti ada perubahan kebijakan di mana film dan TV dikerahkan sebagai bagian dari kampanye media untuk membantu menanamkan prioritas pemimpin baru ke basis kekuasaannya," papar Lee.

Sejak pemerintahan pendiri Korea Utara Kim Il Sung, industri hiburan telah lama menjadi komponen penting dari kebijakan pemerintah di negara ini. Kim Jong Il, seorang penggemar bioskop, menculik seorang sutradara dan aktris Korea Selatan pada tahun 1978 untuk memproduksi film Korea Utara. Dia dikabarkan menghabiskan uang jutaan dollar untuk industri film nasional dan memprakarsai Festival Film Internasional Pyongyang pada tahun 1987.

Namun, lanjut Lee, begitu anaknya mengambil alih pada tahun 2011, produksi film mulai menurun.

Nilai baru

Lee juga menguraikan, di bawah pengawasan Kim saat ini, industri hiburan Korut telah berkembang dari sekadar konveyor ideologi ke alat yang digunakan untuk membentuk masyarakat. Misalnya, konten TV baru-baru ini mempromosikan gagasan keluarga, masyarakat dan penggunaan teknologi untuk patriotisme - konsep yang belum dijelajahi dalam film-film lama.

Lee juga bilang, film "Our Neighbour," sebuah komedi situasi yang tayang saat prime-time di Korut dan dirilis pada tahun 2013, menggambarkan versi kehidupan fiksi sebuah keluarga- sangat bertolak belakang dari film yang ada selama era Kim Jong Il yang menekankan penempatan negara di atas keluarga.

Khususnya, seri dua bagian tersebut menggambarkan pengujian senjata - penyebab di balik sanksi yang telah membawa kesulitan ekonomi bagi warga sipil. Dalam satu adegan, ditampilkan karakter menghibur dan menari setelah presenter berita ikonis Ri Chun Hui -pembaca berita yang sama yang mengumumkan perincian peluncuran rudal balistik antar benua terbaru- menggambarkan peluncuran sukses roket jarak jauh.

Drama lain, "Value Others", juga memperkuat ikatan kuat antara anggota keluarga.

Dia mencatat, penekanan pada ikatan keluarga ini adalah kemungkinan kiasan terhadap isu pembelotan. Bakti terhadap keluarga bisa menjadi strategi untuk mencegah pembelotan, yang terus mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.

"Value Others" merupakan film yang menceritakan tentang perwira angkatan laut. Bukannya fokus pada karir militernya, drama pendek ini lebih konsentrasi pada kehidupannya setelah lulus dari akademi angkatan laut. Lee menjelaskan, aksi protagonis kebanyakan terlihat dalam pakaian sipil dan bukan seragam militer, yang berkaitan dengan salah satu prioritas utama kebijakan Kim Jong Un: memproduksi barang konsumsi rumahan, termasuk mode.

Sementara itu, film "Young Researcher" berdurasi 50 menit merupakan pesan dalam penggunaan sains dan teknologi untuk tujuan patriotik.

Misalnya saja, dalam satu adegan, ditampilkan seorang siswa sekolah menengah dengan menggunakan komputer dan gadget lain yang belum pernah dilihat oleh warga Korut dalam sebuah kompetisi. "Hadiah utama adalah peluncur roket, yang merupakan korelasi langsung antara eksperimen sains remaja dan teknologi nuklir masa depan," jelas Lee.

Bahkan ketika seorang siswa melakukan lelucon pada teman sekelasnya, dia melakukannya dengan menggunakan pesawat tak berawak jarak jauh (drone). "Pesannya di sini: Jika Anda mau menjadi nakal, setidaknya latih keahlian Anda dalam teknologi dengan potensi penggunaan militer," kata Lee.




TERBARU

[X]
×