kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45936,09   7,74   0.83%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kena sanksi AS lagi, Iran kerek anggaran rudal


Senin, 14 Agustus 2017 / 07:06 WIB
Kena sanksi AS lagi, Iran kerek anggaran rudal


Sumber: CNBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - Parlemen Iran memberikan persetujuan awal pada Minggu (13/8) atas rancangan undang-undang untuk meningkatkan anggaran belanja program senjata rudal balikstik dan Pasukan Elit Revolusioner. Langkah ini dilakukan menyusul pemberlakuan sanksi baru yang ditetapkan oleh Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan siaran IRIB milik pemerintah Iran, anggota parlemen sepakat menyetujui rancangan undang-undang yang ditujukan untuk menanggapi 'aksi teroris dan petualangan Amerika'. Bersamaan dengan itu, sejumlah orang meneriakkan "Matilah Amerika".

Kebijakan ini diambil sebagai langkah pembalasan atas undang-undang yang disetujui Kongres AS dan ditandatangani oleh Presiden Donald Trump pada awal Agustus. Undang-undang tersebut menetapkan penerapan sanksi baru terhadap Iran atas program nuklir mereka.

Iran membantah bahwa program senjata rudal mereka melanggar resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mendukung kesepakatan nuklir teheran pada 2015 dengan kekuatan dunia dan menyerukan kepada Republik Islam itu untuk tidak melakukan aktivitas yang berkaitan dengan rudal balistik, yang didisain untuk meluncurkan senjata nuklir. Teheran menegaskan, pihaknya tidak merancang senjata semacam itu.

Rencana Iran akan mensyaratkan pemerintah dan angkatan bersenjata Iran agar menyusun strategi untuk melawan pelanggaran hak asasi manusia di seluruh dunia, serta mendukung institusi dan individu Iran yang terkena sanksi AS.

Kebijakan ini juga akan mengalokasikan lebih dari US$ 260 juta untuk setiap program rudal balistik dan Angkatan Bersenjata Quds. Angkatan bersenjata ini merupakan pasukan eksternal Angkatan Bersenjata Islam Revolusioner, yang sudah dikirim ke sejumlah daerah konflik di Irak dan Suriah.

Deputi Kementerian Luar Negeri Iran Abbas Araqchi mengatakan kepada anggota parlemen bahwa pemerintah mendukung undang-undang tersebut.

Saat ini, rancangan undang-undang itu harus melalui voting kedua sebelum akhirnya diserahkan ke badan clerik untuk persetujuan final dan akhirnya disahkan menjadi undang-undang.




TERBARU

[X]
×