kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pebisnis Asia optimistis menatap 2018


Kamis, 21 Desember 2017 / 12:20 WIB
Pebisnis Asia optimistis menatap 2018


Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Rizki Caturini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pebisnis Asia lebih percaya diri menghadapi tahun 2018. Peningkatan konsumsi masyarakat serta membaiknya perdagangan global telah mempertebal keyakinan pebisnis di kawasan ini atas prospek usaha tahun depan.

Itulah gambaran yang tampak pada indeks sentimen terbaru yang dirilis oleh Thomson Reuters/INSEAD. Survei itu menunjukkan, indeks keyakinan pebisnis dan korporasi di Asia pada periode Oktober-Desember 2017, naik menjadi 78 dari posisi 69 di kuartal sebelumnya. Ini adalah level tertinggi sejak kuartal I-2011.

Peningkatan kepercayaan para pebisnis di Australia, China dan Korea Selatan jadi penopang utama terhadap kenaikan keseluruhan indeks. Survei ini juga melaporkan, keyakinan pebisnis di Indonesia dan Thailand masih kuat.

Kenaikan angka indeks ini sekaligus menunjukkan, negara-negara di kawasan Asia berpeluang mendapatkan keuntungan paling besar atas percepatan pemulihan ekonomi global. "Asia menjadi cerminan pemulihan ekonomi dunia," ungkap Antonio Fatas, Profesor Ekonomi Global Business School INSEAD seperti dikutip Reuters, kemarin (20/12).

Survei Thomson Reuters /INSEAD mengungkapkan, indeks keyakinan pebisnis beberapa negara menyentuh rekor tertinggi. Misalnya, indeks sentimen di Australia naik ke level 92 pada periode Oktober-Desember 2017 dari kuartal sebelumnya yang sebesar 69. Tanda-tanda rebound belanja konsumen, membaiknya permintaan China atas logam dan pertumbuhan belanja modal korporasi ikut mendukung sentimen bisnis di Australia.

Angka indeks keyakinan bisnis di China, negara yang sangat bergantung pada perdagangan global, berada di level 83. Angka ini juga menyentuh level tertinggi sejak kuartal III-2016.

Reformasi pasar keuangan China yang dilakukan Presiden China Xi Jinping memicu optimisme para pebisnis. Terutama soal penanganan lonjakan harga rumah dan pertumbuhan kredit.

Kondisi yang sama juga dialami oleh Korea Selatan. Indeks keyakinan bisnis Negeri Ginseng meningkat menjadi 83 dari 50 di kuartal sebelumnya. Angka ini juga berada di level tertinggi sejak kuartal II tahun 2011.

Sedangkan sentimen bagi Taiwan jatuh ke level terendah dalam setahun terakhir. Yakni menjadi 50 dari kuartal sebelumnya, 75. Indeks keyakinan Malaysia pun melemah menjadi 64 dari 75.

Dibayangi risiko

Ihwal indeks keyakinan bisnis di Indonesia versi survei itu, memang turun tipis menjadi 92 pada kuartal IV 2017 dari sebesar 100 di kuartal sebelumnya. Namun, angka indeks itu masih masuk di level keyakinan tinggi.

Indeks tendensi bisnis Indonesia versi Badan Pusat Statistik (BPS) pun memproyeksikan hal serupa. Pada kuartal III 2017, indeks tendensi bisnis menggapai rekor tertinggi sepanjang tahun ini yang berada di level 112,39. Namun memang, proyeksi BPS, di kuartal IV ini, indeks tendensi bisnis turun tipis menjadi 109,7.

Secara umum, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan pun (OECD) telah menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini. Faktor pendongkraknya pun sama, yakni kuatnya perdagangan, belanja konsumen dan arus investasi.

Namun, prospek tersebut bukan tanpa risiko. Responden yang disurvei Thomson Reuters/INSEAD pada 1-15 Desember 2017 mengungkapkan, mereka memiliki kekhawatiran besar akan koreksi mendadak atas harga aset saham di AS. Pasalnya, saham AS telah mencetak level tertinggi di tahun ini.

Belum lagi banyak perusahaan yang mengkhawatirkan proteksi perdagangan yang berpotensi menghambat ekspor dan arus perdagangan global. Potensi akuisisi di luar negeri pun bisa terhalang.

Dari 94 perusahaan yang disurvei, sembilan responden mengidentifikasi ketidakstabilan politik dan risiko geopolitik menjadi faktor penghambat terbesar di masa mendatang. Maklum, peristiwa di belahan dunia lain bisa memberikan konsekuensi secara luas bagi negara lain.




TERBARU

[X]
×