kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Upaya keras Arab Saudi hilangkan kecanduan minyak


Kamis, 04 Mei 2017 / 20:01 WIB
Upaya keras Arab Saudi hilangkan kecanduan minyak


Sumber: money.cnn | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

RIYADH. Setahun sudah Arab Saudi menjalankan strategi untuk menghilangkan kecanduan minyak pada perekonomian mereka. Sejauh ini, langkah yang mereka tempuh cukup berat.

Di tengah tekanan anjloknya harga minyak, pada akhir April lalu, Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman merilis Visi 2030, yakni melakukan transformasi ekonomi kerajaan Arab.

Sejauh ini, sudah ada sejumlah kemajuan yang dia lakukan. Misalnya saja memperkenalkan pajak, hingga memangkas subsidi untuk menambal bolong pada anggaran yang semakin membesar. Selain itu, pemerintah Arab Saudi saat ini tengah mempersiapkan strategi utama dari sang pangeran, yakni menjual sebagian dari Aramco yang nota bene merupakan produsen minyak terbesar dunia.

Namun, masih banyak tugas yang harus dilakukan untuk membuka negara kerajaan itu kepada investor asing, mengembangkan kawasan ekonomi lainnya, serta mengurangi ketergantungan warga Saudi atas sokongan negara yang melimpah.

Di luar semua itu, beberapa pengamat mempertanyakan komitmen pemerintah Saudi dalam mengurangi ketergantungan mereka terhadap minyak saat pengurangan bantuan kepada pejabat kembali diberlakukan bulan lalu.

Bin Salman menjelaskan, pemangkasan tersebut hanyalah kebijakan sementara.

"Kebijakan tersebut direview kembali pada saat yang tepat setelah pendapatan minyak membaik," jelas bin Salman pada Selasa (2/5) malam saat diwawancara di sebuah televisi Saudi. Seperti yang diketahui, harga minyak dunia sudah naik dua kali lipat dibandingkan awal tahun lalu.

Defisit anggaran menipis

Kenaikan pendapatan minyak tentu saja membantu meredakan tekanan terhadap defisit anggaran Arab Saudi, yang membengkak menjadi 366 miliar riyal (US$ 9 miliar) di 2015, dan 297 miliar riyal di 2016.

"Tahun 2016 merupakan tahun dengan tantangan berat bagi sebuah negara yang sangat tergantung pada minyak untuk pendapatannya. Itu merupakan guncangan hebat. Hal yang baik adalah respon yang muncul akibat kejadian itu, di mana Visi 2030 keluar pada saat yang tepat," jelas Mosaed Al-Ohali, chief financial officer Sabic, perusahaan raksasa petrokimia Arab Saudi.

Akibat besarnya gap antara pemasukan dan pengeluaran, Saudi menggandeng investor internasional untuk kali pertama dalam sejarah. Pada Oktober 2016, Arab Saudi berhasil menghimpun dana senilai US$ 17,5 miliar dan US$ 9 miliar pada bulan lalu dengan menjual sukuk.

Pemerintah Arab Saudi berupaya membuat keuangan mereka lebih transparan dan menargetkan menyeimbangkan anggaran pada 2020. Menurut bin Salman, defisit pada kuartal pertama tahun ini berhasil mencapai 44% di bawah prediksi.

Pertumbuhan ekonomi melambat

Harga minyak dunia berhasil terkerek oleh pemangkasan produksi yang dilakukan oleh Arab Saudi, OPEC, dan produsen minyak dunia lainnya. Namun, pemangkasan tersebut juga berdampak pada perlambatan pertumbuhan Arab Saudi.

Badan Moneter Internasional (IMF) memprediksi, pertumbuhan Arab Saudi akan anjlok menjadi 0,4% pada tahun ini, melorot dari posisi 2% di 2016.

"Perlambatan pertumbuhan memang sudah diprediksi. Dari perspektif global, di antara negara-negara eksportir minyak lainnya, performa Arab Saudi cukup baik," jelas Timothy Callen, IMF's assistant director untuk Timur Tengah.

Sekarang, Arab Saudi tengah mencari jalan lain untuk memulihkan perekonomian mereka. Mencatatkan saham Aramco di pasar saham pada tahun depan menjadi tujuan utamanya. Sayangnya, banyak detil dari IPO tersebut yang belum terkonfirmasi.

Pejabat tinggi Arab Saudi mengatakan, mereka memprediksi nilai IPO Aramco akan berkisar US$ 2 triliun. Sedangkan analis independen memprediksi, nilai IPO Aramco mendekati US$ 1,4 triliun. Kendati demikian, melepas saham 5% ke publik hanya akan mampu menghimpun dana sekitar US$ 70-US$ 100 miliar.

Sekitar 70% dana IPO akan digunakan untuk menggairahkan kembali perekonomian domestik, dengan fokus pada pertambangan, ritel dan logistik.

"Ini tidak hanya akan menciptakan lapangan kerja, tapi juga mendorong terjadinya produktivitas. Kita memiliki banyak sekali sektor yang tidak produktif," papar Mazen Al Sudairi, head of research Al Rajhi Capital di Riyadh.

Membutuhkan dana tunai asing yang besar

Meski IPO Aramco dapat mendatangkan dana besar, namun Arab Saudi benar-benar membutuhkan suntikan dana dari luar negeri.

"Tantangannya adalah untuk menarik lebih banyak investasi asing secara langsung," jelas Al Sudairi.

Arab Saudi kemungkinan juga membutuhkan lebih banyak dana asing dalam jangka pendek.

Menteri Keuangan Arab Saudi Mohammed Al Jaddan bilang, Arab Saudi akan menggandeng investor internasional lagi pada tahun ini seiring upayanya untuk mengurangi ketergantungan mereka terhadap minyak.




TERBARU

[X]
×