kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Akankah Aung San Suu Kyi hadapi tuduhan genoside?


Senin, 18 Desember 2017 / 08:08 WIB
Akankah Aung San Suu Kyi hadapi tuduhan genoside?


Sumber: BBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - MYANMAR. Zeid Ra'ad Al Hussein, bertekad mengadili pelaku pembunuhan keji yang dilakukan terhadap warga Rohingya.

Al Hussein adalah kepala pengawas PBB untuk hak asasi manusia di seluruh dunia, sehingga pendapatnya sangat berpengaruh.

Permasalahan ini bisa terus diangkat. Bahkan dia tidak mengesampingkan kemungkinan bahwa pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan kepala angkatan bersenjata Gen Aung Min Hlaing, dapat menjadi tersangka atas perbuatan genosida warga Rohingya dalam di masa yang akan datang.

Awal bulan ini, Al Hussein mengatakan kepada Dewan Hak Asasi Manusia PBB bahwa penganiayaan Rohingya di Myanmar (juga disebut Burma) yang meluas dan sistematis dapat diartikan telah terjadi aksi genosida yang tidak dapat dikesampingkan.

"Mengingat skala operasi militer, jelas ini pasti keputusan diambil pada tingkat tinggi," kata komisaris tinggi tersebut kepada BBC di Jenewa.

Konon, genosida adalah salah satu kata yang banyak dibanggakan. Kedengarannya mengerikan karena kerap disebut "kejahatan dari aksi kejahatan". Sangat sedikit orang yang pernah dihukum karena hal itu.

Kejahatan tersebut didefinisikan setelah kejadian Holocaust. Negara-negara anggota PBB yang baru didirikan menandatangani sebuah konvensi, yang mendefinisikan genosida sebagai tindakan yang dilakukan dengan tujuan menghancurkan kelompok tertentu.

Bukanlah tugas Zeid Ra'ad Al Hussein untuk membuktikan tindakan genosida telah dilakukan, sebab hanya pengadilan yang bisa melakukan itu. Namun dia telah meminta penyelidikan pidana internasional terhadap pelaku yang dia sebut sebagai "serangan brutal yang mengejutkan" terhadap kelompok etnis Muslim yang sebagian besar berasal dari Rakhine utara di Myanmar.

Tetapi Al Hussein menyadari bahwa ini akan menjadi kasus yang sulit. "Untuk alasan yang jelas, jika Anda berencana melakukan genosida, Anda tidak melakukan itu di atas kertas dan Anda tidak memberikan instruksi," jelasnya.

"Diperlukan bukti-bukti yang kuat. Tapi itu tidak mengejutkan saya jika di masa depan pengadilan membuat temuan semacam itu berdasarkan apa yang kita lihat," jelasnya.

Pada awal Desember, hampir 650.000 orang Rohingya - sekitar dua pertiga dari keseluruhan populasi - telah meninggalkan Myanmar setelah gelombang serangan yang dipimpin oleh tentara Myanmar dimulai pada akhir Agustus.

Ratusan desa dibakar dan ribuan lainnya dilaporkan terbunuh. Ada bukti kekejaman mengerikan yang dilakukan: pembantaian, pembunuhan dan pemerkosaan massal.

Sebelumnya, Al Hussein telah mendesak Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar, untuk mengambil tindakan untuk melindungi Rohingya enam bulan sebelum ledakan kekerasan meletus pada Agustus.

Al Hussein mengatakan, dirinya telah berbicara dengan Suu Kyi di telepon saat kantornya menerbitkan sebuah laporan pada bulan Februari yang mendokumentasikan kekejaman  mengerikan yang dilakukan pada sebuah episode kekerasan yang dimulai pada Oktober 2016.

"Saya memintanya untuk menghentikan operasi militer ini. Saya mengetuk sisi emosionalnya ... untuk melakukan apa pun yang dia bisa untuk mengakhiri ini, dan penyesalan terbesar saya sepertinya hal itu tidak terjadi," kata Al Hussein.

Kekuasaan Suu Kyi atas militer Myanmar terbatas. Namun Al Hussein percaya bahwa seharusnya dia melakukan lebih banyak untuk mencoba dan menghentikan kampanye militer.

Dia mengkritiknya karena gagal menggunakan istilah "Rohingya". "Menanggalkan nama mereka dari diri mereka sendiri adalah hal yang sangat tidak manusiawi sampai pada titik di mana Anda mulai percaya bahwa segala sesuatu mungkin terjadi," katanya.

Dia pikir militer Myanmar semakin berani ketika masyarakat internasional tidak melakukan tindakan apapun terhadap mereka setelah terjadi kekerasan pada 2016. "Saya kira mereka kemudian membuat sebuah kesimpulan bahwa mereka dapat melanjutkan tanpa rasa takut," katanya.

Pemerintah Myanmar telah mengatakan bahwa tindakan militer tersebut merupakan respon terhadap serangan teroris pada Agustus yang menewaskan 12 anggota pasukan keamanan.

Tapi BBC Panorama telah mengumpulkan bukti yang menunjukkan bahwa persiapan untuk serangan terus berlanjut terhadap Rohingya dimulai jauh sebelum kejadian itu.

BBC Panorama memiliki bukti bahwa Myanmar telah melatih dan mempersenjatai umat Buddha setempat. Dalam beberapa minggu setelah kekerasan tahun lalu, pemerintah memberikan sebuah tawaran: "Setiap warga negara Rakhine yang ingin melindungi negara mereka akan memiliki kesempatan untuk menjadi bagian dari polisi bersenjata setempat."

"Ini adalah keputusan yang dibuat secara efektif untuk melakukan kejahatan keji terhadap penduduk sipil," kata Matthew Smith, kepala eksekutif organisasi hak asasi manusia Membentengi Hak yang telah menyelidiki peningkatan kekerasan tahun ini.

Hal itulah yang harus ditanggung oleh para pengungsi di kamp-kamp besar di Myanmar yang melihat para relawan ini beraksi, menyerang tetangga Rohingya mereka dan membakar rumah mereka.

"Mereka sama seperti tentara, mereka memiliki senjata yang sama," kata Mohammed Rafique, yang menjalankan bisnis yang sukses di Myanmar. "Mereka adalah anak laki-laki lokal, kami mengenal mereka. Ketika tentara membakar rumah kami, menyiksa kami, mereka ada di sana."




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×