kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bank of America: Harga minyak bakal sentuh US$ 100 per barel di 2019


Jumat, 11 Mei 2018 / 09:20 WIB
Bank of America: Harga minyak bakal sentuh US$ 100 per barel di 2019
ILUSTRASI. HARGA MINYAK DUNIA


Reporter: Grace Olivia | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Bank of America memprediksi, harga minyak dunia bisa reli hingga mencapai US$ 100 per barel di tahun depan. Level yang terakhir dicapai pada 2014 silam ini diyakini dapat ditembus lantaran adanya risiko minim pasokan dari Venezuela dan Iran yang membebani pasar global.

Mengutip Bloomberg, Jumat (11/5) pukul 08.00 WIB, harga minyak Brent kontrak pengiriman Juli 2018 di ICE Futures berada di level US$ 77,47 per barel. Bank of America memproyeksikan harga minyak akan mencapai US$ 90 pada kuartal kedua 2019 mendatang seiring menyusutnya persediaan minyak dunia.

Bank Wall Street tersebut bahkan memperkirakan harga minyak bisa naik lebih tinggi lagi hingga US$ 100 per barel jika OPEC terus mempertahankan kebijakan pemangkasan produksinya dan Iran mengalami dampak akibat sanksi yang diberlakukan kembali oleh AS.

"Melihat ke 18 bulan ke depan, kami memperkirakan keseimbangan pasokan dan permintaan minyak global akan mengetat," ujar Francisco Blanch, kepala penelitian komoditas di Bank of America Merrill Lynch di New York, dalam laporannya yang dikutip Reuters, Kamis (10/5).

Sementara bank-bank Wall Street lainnya juga memiliki pandangan bullish pada minyak mentah, tetapi tidak sekuat Bank of America.

Goldman Sachs Group Inc memprediksi bahwa minyak Brent akan naik ke US$ 82,50 per barel dalam beberapa bulan mendatang. Goldman juga meproyeksi ada kemungkinan harga bisa melampaui level itu, namun melihat harga minyak akan kembali mereda pada 2019.

Saat ini, posisi harga minyak Brent telah naik ke level tertinggi dalam tiga tahun pasca putusan Presiden Donald Trump untuk memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran. Hal ini mengancam kondisi pasar yang akan semakin ketat setelah akibat tingkat permintaan yang kuat, sementara pemangkasan produksi OPEC dan penurunan pasokan negara produsen Venezuela tengah berlangsung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×