kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Boeing hitung ulang kebutuhan pesawat di China hingga 20 tahun ke depan


Selasa, 17 September 2019 / 17:16 WIB
Boeing hitung ulang kebutuhan pesawat di China hingga 20 tahun ke depan
ILUSTRASI. Produksi pesawat Boeing 737 MAX di pabrik Boeing, AS


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Produsen pesawat raksasa Boeing, mengumumkan pada Selasa (17/9) meningkatkan proyeksi permintaan pesawat oleh China dalam 20 tahun ke depan. Hal ini salah satunya didukung oleh ekspektasi perjalanan udara yang kian tinggi.

Kendati demikian, Boeing memandang pertumbuhan armada baru akan lebih lambat dari proyeksi tahun lalu.

Melansir berita Reuters, maskapai penerbangan asal China setidaknya akan membutuhkan 8.090 unit pesawat baru hingga tahun 2038 mendatang. Setidaknya, kebutuhan tersebut setara dengan US$ 1,3 triliun berdasarkan daftar harga Boeing.

Hitung-hitungan baru ini lebih tinggi dari perkiraan Boeing di tahun lalu. Tahun 2018 lalu, Boeing memperkirakan pertumbuhan permintaan pesawat dari China bakal naik hingga 6,2% menjadi 7.690 pesawat hingga 2037.

Baca Juga: Pasar masih tumbuh, China diramal butuh 8.090 pesawat baru dalam 20 tahun ke depan

"Kelas menengah yang berkembang, investasi yang signifikan dalam bidang infrastruktur, serta teknologi canggih yang membuat pesawat lebih efisien akan terus mendorong permintaan yang tinggi untuk perjalanan udara," ujar Randy Tinseth, Wakil Presiden Pemasaran Komersial Boeing, seperti dikutip Reuters.

Saat ini, Boeing dan pesaing asal Eropa Airbus memang tengah berlomba untuk meningkatkan pangsa pasar di China, yang merupakan pasar penerbangan dengan pertumbuhan paling gesit di dunia. Kedua perusahaan ini juga telah membuka pabrik perakitan di negeri tirai bambu.

Di sisi lain, larangan terbang armada Boeing 737 MAX secara global pasca terjadinya kecelakaan fatal memang turut membatasi kemampuan maskapai penerbangan di China untuk meningkatkan kapasitas.

Apalagi, China tengah mengalami penurunan permintaan perjalanan yang menekan jumlah penumpang di tengah perlambatan ekonomi.

Kendati demikian, Boeing tetap memproyeksikan permintaan pesawat lorong tunggal bakal mencapai 5,960 unit dalam kurun waktu 20 tahun ke depan. Angka ini mewakili 74% dari total pengiriman baru perusahaan.
Sementara itu, permintaan pesawat berbadan lebar di China diprediksi bakal mencapai 1.780 unit, tiga kali lipat lebih banyak dari armada di China yang tersedia saat ini.

Bukan cuma permintaan pesawat baru saja, Boeing juga mengatakan China bakal membutuhkan layanan komersial dengan nilai sekitar US$ 1,6 triliun untuk armada pesawatnya selama periode tersebut.

Baca Juga: Pesawat R80, impian BJ Habibie yang belum terwujud

Namun, tensi perang dagang terus menghantui kinerja Boeing. Produk andalan perusahaan yakni 878 Dreamliner dinilai bakal terancam lantaran produksinya sangat bergantung pada kebutuhan pelanggan di China.

Dampaknya pun mulai terasa, tercermin dari harga saham Boeing yang di bursa New York Stock Exchange (NYSE) terus menurun secara bulanan.

Awal Januari 2019 lalu, saham Boeing masih di level US$ 385 per saham. Kini, per (17/9) harga saham Boeing turun hingga ke level US$ 378,85 per saham.




TERBARU

[X]
×