kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Goldman: Indonesia lebih kuat hadapi kebijakan AS


Selasa, 03 Januari 2017 / 16:08 WIB
Goldman: Indonesia lebih kuat hadapi kebijakan AS


Sumber: Bloomberg | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Goldman Sachs Group Inc melihat Indonesia semakin baik menghadapi fluktuasi nilai tukar dan arus keluar dana asing yang dipicu kenaikan bunga Amerika Serikat, ketimbang tahun 2013 lalu. Ketika itu, kurs negara berkembang tergilas dollar AS disebabkan taper tantrum jelang pengetatan ekonomi bank sentral AS Federal Reserve. 

Rupiah, yang merupakan kurs terbaik Asia dalam sepuluh tahun terakhir, tidak akan terdepresiasi siginifikan. Menurut bank investasi asal AS ini, imbal hasil hasil (yield) tinggi dari penerbitan surat utang pemerintah menjaga dari penurunan kapital.

Investor asing menjual US$ 2,8 miliar saham dan obligasi Indonesia sepanjang kuartal terakhir 2016, di tengah aksi pasar meninggalkan aset berisiko setelah terpilihnya Presiden AS Donald Trump.

"Indonesia menunjukkan berbagai aksi penyesuaian positif sejak taper tantrum tahun 2013," kata Andrew Tilton, Kepala Ekonom Goldman Sach regional Asia Pasifik pada Bloomberg, Selasa (3/1).

Beberapa indikator langkah positif RI terlihat pada menyempitnya defisit transaksi berjalan, penurunan utang luar negeri, dan peningkatan cadangan devisa, yang membantu mengurangi kerentanan ekonomi terhadap gejolak ekonomi global. 

Selain itu, potensi pembalikan harga komoditas akan menolong neraca transaksi di tahun-tahun mendatang. 

Indonesia tercatat memiliki cadangan devisa US$ 111 miliar dibanding tahun 2013 yang sebesar US$ 93 miliar. Rupiah sepanjang tahun lalu juga masih mencatat penguatan 2,34% terhadap dollar AS. 

Pertumbuhan ekonomi

Dengan penanganan terhadap risiko yang lebih baik, Goldman memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5,3% pada tahun 2017. Padahal, tahun lalu, proyeksi laju ekonomi RI hanya 5%. 

Ada beberapa risiko yang bisa dihadapi ekonomi Indonesia antara lain defisit fiskal dan sensitivitas rupiah terhadap arus kapital dan kebijakan AS. 

Namun, Tilton mengaku tetap optimistis dengan ekonomi Indonesia. "Pemicu pertumbuhan paling besar adalah konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah yang naik setelah program Tax Amnesty ditutup pada Maret 2017," katanya. 

Dia memperkirakan Bank Indonesia akan mempertahankan bunga di tengah volalitas rupiah, terutama pada tren penjualan aset-aset emerging market. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×