kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jaminan stabilitas harga dari karya sang legenda


Senin, 06 Juni 2011 / 13:34 WIB
Jaminan stabilitas harga dari karya sang legenda
ILUSTRASI. Petugas melayani nasabah di salah satu kantor cabang Bank Mandiri di Jakarta, Jumat (21/8/2020). ANTARA FOTO/Reno Esnir/pras.


Reporter: Syamsul Ashar, Dian Pitaloka Saraswati, Teddy Gumilar | Editor: Tri Adi

Kualitas karya maestro seni lukis Indonesia Affandi sudah diakui di seantero dunia. Meski begitu, banyak karyanya dihargai lebih rendah dibandingkan dengan karya para pelukis baru yang tengah ngetop karena terbawa tren sesaat. Tapi, ini justru menjadi peluang.

Affandi adalah seorang maestro dan ikon bagi dunia seni rupa Indonesia. Sebagai seniman, dia tidak cuma mahir melukis. Pria ini juga mampu melahirkan karya seni pahatan maupun patung.

Tema dan gaya lukisan Affandi dapat dibagi dalam beberapa periode yang berbeda. Misal, periode 1950-an sampai 1960-an, mayoritas karya Affandi sangat logis. Karyanya bertema pantai, bunga, ayam, kuda, atau upacara adat di Bali yang berisi gadis Bali lengkap dengan sesajen di atas kepala.

Periode berikutnya adalah masa pengembaraan Affandi. Sang Maestro beberapa kali berpindah domisili seperti di Roma (Italia), India, Prancis, dan New York (Amerika Serikat). Pada masa pengembaraan itu, Raka Sumichan berperan penting. Dialah yang menjadi tulang punggung dalam mendanai pengembaraan Affandi.

Raka menjadi sahabat, manajer, sekaligus kolektor karya Affandi. Tak heran jika Raka menjadi kolektor yang paling banyak menyimpan karya sang Maestro. Raka adalah seorang kolektor murni dan bukan pedagang seperti layaknya kolektor sekarang. Uniknya, sahabat abadi ini meninggal dua hari setelah Affandi meninggal pada 23 Mei 1990.

Kini, sebagian besar karya Affandi berada di tangan kolektor murni, baik yang berdomisili di dalam negeri dan sebagian besar di luar negeri. Di Indonesia, selain Museum Affandi di Yogyakarta, karya besar Affandi masih tersimpan di beberapa galeri besar. Sebut saja Agung Rai di Bali, Taman Ismail Marzuki di Jakarta, dan tempat penghargaan seni koleksi Ciputra.

Terakhir kali, Galeri Nasional menggelar lelang karya Affandi pada tahun 1980-an. Saat itu, masih banyak karya Affandi yang berada di Indonesia. Di dalam negeri, rekor harga karya Affandi dibukukan oleh lukisan cat minyak di atas kanvas ukuran besar, misalnya 2 x 1,5 meter. Harga lukisan itu mencapai Rp 1 miliar–Rp 1,7 miliar.

Menurut pengamatan Sri Warso Wahono, pelukis yang juga konsultan artistik Pusat Kesenian Jakarta, karya Affandi yang tergolong masterpiece adalah lukisan bertema potret diri. Mayoritas karya itu dilukis di atas kanvas dengan cat minyak maupun pastel. Jumlah karya ini tidak banyak.

Sri mengisahkan, lelang besar karya Affandi yang terakhir kali ia ikuti adalah lelang di Singapura pada 2009. Banyak lukisan Affandi yang tergolong unik dan bagus saat itu. Sayang, dia mendapat kabar, kini, lukisan yang terjual saat lelang tersebut telah berpindah ke kota London. Pemilik barunya adalah perorangan maupun museum. “Kami perkirakan, kini, 70% dari karya Affandi yang ada di luar Museum Affandi sudah berada di luar negeri,” kata Sri.

Pada 21 Mei lalu, sebanyak 28 lukisan Affandi meramaikan lelang bertajuk Asian Contemporary dan Modern Art, Fine Jewellery and Fina & Rare Wine yang digelar oleh Borobudur Auction di Singapura.

Direktur Borobudur Auction John Andreas mengaku puas dengan hasil lelang tersebut. “Peminat karya Affandi banyak dan harganya cukup bagus,” kata dia.

Dari 28 lukisan yang dilelang, sebanyak 23 karya merupakan coretan pastel, akrilik, atau spidol di atas kertas. Beberapa lukisan yang digores tanpa cat minyak dilelang dengan harga yang lumayan tinggi. Misalnya Life Symbol, coretan spidol di atas kertas, dipatok sekitar S$ 1.000 sampai S$ 1.500. Saat lelang, karya itu terjual seharga S$ 2.684. Coretan yang berjudul sama namun tanpa warna atau hitam putih dijual lebih murah, yakni sekitar S$ 2.196.

Harga sketsa di atas kanvas buatan Affandi jauh lebih tinggi. Misalnya, sketsa bertajuk Self Portrait dihargai S$ 39.040. Ini naik kurang lebih delapan kali lipat dari harga pembukaan yang cuma S$ 5.000. Padahal, sketsa itu hanya dibuat menggunakan cat akrilik warna merah.

Sementara itu, lukisan spidol di atas kertas karya Affandi ternyata tidak terlalu diminati meski mencetak harga jual yang tinggi. Bali Beach yang dilelang dengan harga mulai S$ 3.000, belakangan hanya terjual seharga S$ 6.100. Adapun Boat in Bali terjual seharga S$ 13.420 dari harga awal S$ 5.000. Dua lukisan spidol lain yang menampilkan suasana pedesaan di Spanyol tidak terjual meski dilelang seharga S$ 2.700.

John menjelaskan, sketsa bukanlah lukisan, jadi harganya sulit sejajar dengan harga lukisan. Rata-rata peminat sketsa adalah orang yang memang menyukainya. “Affandi adalah salah satu maestro Indonesia sehingga harga tidak menjadi masalah bagi kolektor, yang penting suka,” katanya.

Adapun masterpiece dalam lelang di Singapura itu adalah Horse Chart. Guratan cat minyak karya Affandi di atas kanvas berukuran 90 cm x 142 cm itu ditawarkan dengan harga awal sekitar S$ 150.000. Saat lelang, karya itu, akhirnya, terjual seharga S$ 341.600 atau sekitar Rp 2,34 miliar!

Ini merupakan harga tertinggi di antara harga lukisan cat minyak Affandi lain yang juga dilelang saat itu. Sebut saja Man with Cockerel I yang terjual S$ 317.200 (Rp 2,17 miliar) atau Man with Cockerel II yang dilepas seharga S$ 256.200 (Rp 1,75 miliar). Adapun Balinesse Scarecrow dan Nude laku S$ 134.200 dan S$ 183.000.


Mekanisme pasar

Meski harga lukisan karya Affandi telah mencapai di atas Rp 2 miliar, Sri Warso menilai, penghargaan pasar terhadap karya Affandi masih belum wajar. Ia membandingkan dengan karya I Nyoman Masriyadi yang dihargai hingga Rp 5 miliar di Singapura. Bahkan, balai lelang Christie di Hongkong pernah menjual karyanya dengan harga Rp 9 miliar. “Kadangkala balai lelang tidak mengukur senioritas dan nilai karya seni saat menetapkan harga lelang,” kata Sri Warso.

Bambang Budjono, seorang kritikus seni, menilai, harga sebuah lukisan juga sering ditentukan oleh permainan pihak balai lelang. Padahal, seharusnya, museum lebih berperan untuk sebuah karya besar seperti Affandi.

Bambang mengakui, nama besar Affandi membuat karyanya dipuja banyak kolektor. Lukisan Affandi yang bergaya ekspresionis tiada tandingan di dunia. Keunikannya, bukan kuas yang diusapkan Affandi di atas kanvas, tapi isi perut tube cat minyak yang ia guratkan.

Gaya khas ini membuat Affandi pernah mendapat penghargaan di ajang Biennale Art di Brasil dan Venezia sekitar 1953-1954. Karya pertamanya yang dibuat dengan teknik menekan tube cat adalah Carrying the First Grandchild (1953). “Guratan emosinya lebih kuat,” kata Bambang.

Sayang, tak hanya kualitas karya seni yang menentukan harganya. Di zaman modern saat ini, harga lukisan itu juga ditentukan oleh selera dan tren di pasar. Nah, yang sedang naik daun saat ini adalah lukisan bergaya kontemporer.

Kelompok kolektor baru yang belum mengerti barang seni tapi memiliki duit banyak turut menentukan tren tersebut. Umumnya, mereka cenderung menjadikan lukisan sebagai barang investasi semata. Karya seni menjadi harapan tempat menyemai dana mereka di tengah krisis keuangan.

Dengan laba menjadi motivasi utama, layaknya transaksi di pasar saham, aksi goreng-menggoreng harga lukisan pun wajar terjadi. Aksi ini sering melibatkan pelukis, balai lelang, kurator, dan tentu saja si investor.

Untuk membedakan dengan kolektor yang asli, orang sering menyebut investor lukisan yang semata-mata mengejar untung itu sesaat ini sebagai kolekdol. Maksudnya, mereka ini hanya membeli lukisan dengan tujuan segera menjualnya kembali setelah mengantongi keuntungan besar.


Tahan gorengan

Namun, harga lukisan Affandi yang masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan lukisan-lukisan kontemporer justru menyediakan peluang bagi Anda yang ingin menjadikan lukisan karya maestro itu sebagai koleksi dan sekaligus investasi. Apalagi, lukisan karya pelukis sekelas Affandi memiliki kelebihan tersendiri. Salah satunya harga yang stabil.

Meski harga jual lukisan Affandi tidak melambung seperti lukisan karya I Nyoman Masriadi, menurut Chevy, kolektor barang seni yang juga pemilik Chev Gallery, nilai lukisan karya sang Maestro tidak akan jatuh di masa mendatang.

Chevy pernah memiliki beberapa lukisan Affandi. Misalnya Panen Tebu dan Matahari. Dalam kurun waktu dua tahun, harga jual Matahari naik hingga 100%. Ia membeli karya itu pada 1994 dengan harga Rp 400 jutaan. Dua tahun berselang, dia menjual lukisan itu dengan harga sekitar Rp 800 juta.

Chevy percaya, karya Affandi ibarat saham blue chips yang tahan gorengan pasar. Ini berbeda dengan harga lukisan seniman muda yang sering didongkrak oleh aksi goreng-menggoreng. Harga lukisan jenis ini, biasanya, akan kembali turun dalam jangka panjang.

Contohnya lukisan karya Made Sukadana. Lukisannya pada tahun 2000-an bisa terjual seharga Rp 80 juta–Rp 100 juta. “Sekarang, dilelang Rp 15 juta saja susah laku,” kata dia. Pasalnya, Made Sukadana adalah pelukis yang sangat produktif. Dalam sehari, ia bisa membuat 2 sampai 3 lukisan. Padahal, sebagai sebuah komoditas, stok barang akan sangat mempengaruhi harga.

Kondisi “pasar” lukisan Affandi justru sebaliknya. Minat terhadap karya sang Maestro ini sangat tinggi, sementara pasokannya terbatas. Dus, peluang kenaikan harga pun besar.

Hingga kini, belum ada karya seni di Indonesia yang bisa di sejajarkan dengan karya Affandi. Namun, Sri Warso menakar, karya seniman sekelas I Nyo-man Gunarsa, Made Wianta, dan Suwaji memiliki penggemar fanatik seperti karya Affandi.

Cuma hati-hati, karya langka Affandi rawan pemalsuan. Untuk memastikan keaslian karya Affandi, keluarga Affandi yang kini mengelola Museum Affandi di Yogyakarta menyediakan jasa verifikasi. Museum Affandi akan memverifikasi bersama penjual dan pembeli. Biaya verifikasi, biasanya, dibebankan kepada pemilik lukisan. Verifikasi ini diperlukan karena tidak ada daftar resmi yang memuat jumlah pasti karya Affandi semasa hidupnya.

Pekerjaan lain, para peminat lukisan Affandi harus siap bekerja keras melakukan perburuan. Sebab, para pemiliknya juga lebih suka menyimpan lukisan blue chips itu dalam jangka panjang.

Peluang lain, walau jarang, para pengagum Affandi bisa memburu lukisan sang Maestro dalam lelang. Salah satu lelang yang menawarkan lukisan Affandi adalah lelang bertajuk Fine Art Auction yang digelar oleh balai lelang Sidharta Auctioneer di Kemang Village, Jakarta Selatan.

Mengutip situs resmi Sidharta, lelang yang digelar pada hari Minggu, 29 Mei 2011, itu menawarkan beberapa lukisan dan sketsa asli karya Affandi. Salah satunya lukisan pastel bertajuk Self Portrait yang dibuat tahun 1977. Sidharta memperkirakan, harga lukisan ini sekitar
Rp 22 juta sampai Rp 33 juta.

Karya lain adalah lukisan pastel berjudul Balinese Girl. Sidharta menaksir, harga lukisan yang juga dibuat tahun 1977 itu sekitar Rp 30 juta–Rp 45 juta. Tentu saja, hasil akhir lelang bisa sangat berbeda dibandingkan dengan harga taksiran ini. Umumnya, hasil lelang lebih tinggi dari kisaran harga.

Selain karya Affandi, Sidharta juga menampilkan lukisan dan karya seni lain buatan Maryati, istri Affandi yang menemani Affandi ketika mengembara di Eropa pada tahun 1970-an. Nah, demi stabilitas harga, selamat berburu karya sang Legenda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×