kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Masih ada risiko di stabilitas sistem keuangan


Rabu, 24 Mei 2017 / 17:42 WIB
Masih ada risiko di stabilitas sistem keuangan


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Stabilitas sistem keuangan Indonesia tahun 2016 masuk dalam kategori normal. Hal tersebut berdasarkan laporan hasil kajian stabilitas sistem keuangan Bank Indonesia (BI) tahun 2016.

Meski normal, Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Dwitya Putra Soeyasa Besar menyebut adanya sejumlah risiko yang perlu menjadi perhatian.

Pertama, risiko dari pertumbuhan kredit. Menurut Dwitya, pertumbuhan kredit saat masih perlu didorong, apalagi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% di tahun ini. Sementara pertumbuham kredit sampai saat ini baru mencapai 9,5%.

Kedua, keterbatasan ruang fiskal. Dwitya mengatakan, Indonesia memerlukan pendanaan untuk pembangunan infrastruktur dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, APBN menunjukkan adanya keterbatasan ruang fiskal, walaupun ada tambahan penerimaan dari kebijakan pengampunan pajak.

"Penghimpunan pajak itu relatif terbatas," kata Dwitya, Rabu (24/5).

Ketiga, utang luar negeri (ULN) korporasi yang masih tinggi yang menimbulkan risiko krisis saat terjadi pelemahan rupiah. Saat ini, korporasi di dalam negeri menunjukkan tren perbaikan. Dengan demikian, hal tersebut perlu dijaga, khususnya terkait pengelolaan ULN.

Keempat, tingginya tingkat kepemilikan investor asing di pasar keuangan domestik yang cukup tinggi.

Dwitya mengatakan tahun lalu pihaknya telah menerapkan sejumlah langkah untuk mengatasi persoalan tersebut. Pertama, melalui penyesuaian Giro Wajib Minimum (GWM) yang dikaitkan dengan rasio pembiayaan terhadap kredit (Loan to Finance Ratio atau LFR). Kedua, penyesuaian rasio kredit terhadap nilai agunan (loan to value atau LTV). Ketiga, penerapan countercyclical buffer.

Sementara itu, ke depan, pihaknya juga menetapkan lima strategi untuk mengantisipasi potensi risiko yang muncul. Pertama, memperkuat dan memperluas pengawasan (surveilence) makroprudensial untuk identifikasi dini sumber tekanan.

Kedua, melakukan identifikasi dan pemantauan risiko sistemik dengan menggunakan neraca keuangan untuk risiko sistemik (balance sheet of sistemik risk). Ketiga, penguatan manajemen krisis melalui penyelarsan indikator sistem keuangan dan hasil surveilence sistem keuangan dengan program yang bersifat nasional.

Keempat, mendukung upaya pendalaman pasar keuangan untuk memperkuat sistem keuangan terhadap guncangan. Kelima, memperluas komunikasi dan koordinasi dengan KSSK dan konsultasi terus dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk bauran kebijakan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×