kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Minyak dan rupiah


Rabu, 16 Mei 2018 / 10:49 WIB
Minyak dan rupiah
ILUSTRASI. TAJUK - SS kurniawan


Reporter: SS. Kurniawan | Editor: Tri Adi

Harga minyak mentah dunia tetap tinggi. Nilai tukar rupiah juga masih melemah. Untuk minyak jenis WTI, harganya masih di kisaran US$ 70 per barel. Sedang kurs rupiah di level Rp 13.900 per dollar Amerika Serikat (AS), setelah sempat menembus Rp 14.000 per dollar AS.

Tapi tampaknya, pemerintah tidak terlalu cemas-cemas amat melihat pergerakan harga minyak global dan nilai tukar rupiah. Maklum, kantong pemerintah tak lagi jebol. Kenaikan harga minyak dan pelemahan rupiah justru mendatangkan berkah buat kas negara.

Harga minyak dunia yang terus melonjak tentu menyulut kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP). Selama empat bulan pertama tahun ini, harga minyak kita rata-rata sebesar US$ 64,1 per barel. Angka ini jelas di atas asumsi ICP dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yang hanya US$ 48 sebarel.

Realisasi nilai tukar mata uang garuda juga sudah di atas asumsi APBN 2018 yang cuma Rp 13.400 per dollar AS. Hingga Maret, rata-rata kurs rupiah sudah mencapai Rp 13.758 per dollar AS.

Tapi, kenaikan harga minyak Indonesia dan pelemahan rupiah malah bikin keuangan pemerintah surplus. Pemerintah menghitung, setiap kenaikan ICP sebesar US$ 1 per barel, APBN mencetak surplus berkisar Rp 300 miliar–Rp 1 triliun. Sementara pelemahan rupiah Rp 100 per dollar AS mendatangkan surplus Rp 1,5 triliun–Rp 1,6 triliun.

Ini berkat langkah pemerintah mencabut subsidi untuk Premium dan hanya mensubsidi Solar Rp 500 per liter. Alhasil, tahun ini pemerintah hanya menganggarkan subsidi energi tak sampai Rp 100 triliun, persisnya Rp 94,52 triliun.

Sebaliknya, saat masih mengguyur subsidi penuh buat Premium dan Solar, kantong pemerintah selalu jebol begitu ICP melambung dan rupiah melemah tajam. Contoh, pada 2014, gara-gara harga minyak meroket plus rupiah melemah dalam, subsidi energi membengkak, hingga tembus Rp 340 triliun.

Meski kantong pemerintah terbilang aman, bukan berarti pemerintah boleh tenang-tenang saja melihat kenaikan harga minyak dan pelemahan rupiah. Yang paling nyata, harga BBM oktan 90 ke atas, seperti Pertalite dan Pertamax, berpotensi terus naik. Sebab, konsumsi BBM itu sudah di atas Premium. Kenaikan harga Pertalite dan kawan-kawan tentu bisa memukul daya beli masyarakat. Daya beli makin tertekan seiring kenaikan harga produk yang bahan baku utamanya impor.


S.S. Kurniawan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×