kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah tidak intervensi perselisihan Sinopec


Senin, 06 Maret 2017 / 17:43 WIB
Pemerintah tidak intervensi perselisihan Sinopec


Reporter: Hendra Gunawan, Teodosius Domina | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Pembangunan depo minyak di Batam senilai US$ 850 juta milik Sinopec Group jalan di tempat. Pasalnya, PT Mas Capital Trust (PT MCT) dan Sinomart KTS Development Ltd (anak usaha Sinopec) yang menjadi perusahaan pembangun depo tersebut tengah berselisih.

Pentingnya pembangunan depo minyak tersebut bagi perekonomian, membuat pemerintah turun tangan.

Purbaya Yudhi Sadewa, Wakil Ketua Pokja IV, Satuan Tugas Peningkatan dan Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi mengatakan, pihaknya akan berusaha untuk menyelesaikan perselisihan antara perusahaan lokal dan perusahaan asing tersebut.

“Kami sedang mencari solusi yang optimal karena investasinya besar dan bermanfaat bagi ekonomi kita,” kata Purbaya, saat dihubungi minggu (5/3).

Meski berusaha untuk mewujudkan rencana investasi tersebut, Purbaya memastikan bahwa pemerintah tidak akan melakukan intervensi terkait adanya perselisihan di antara investor proyek tersebut.

PT Mas Capital Trust merupakan pemegang 5% saham PT West Point Terminal (WPT), perusahaan joint venture yang dibentuk untuk investasi depo minyak tersebut. Sedangkan Sinomart KTS Development Ltd memegang 95% saham.

Sejak dilakukan groundbreaking pada 10 Oktober 2012, PT West Point Terminal (WPT) perusahaan joint venture yang dibentuk untuk investasi depo ini tak kunjung memulai konstruksi. Belakangan diketahui adanya perselisihan di antara  pemegang saham PT WTP yaitu Sinomart KTS Development Limited dan PT Mas Capital Trust.

Perselisihan tersebut muncul lantaran Sinomart berusaha untuk menunjuk langsung general contractor pembangunan depo minyak di Batam. Hal itu ditentang oleh PT MCT. Lantaran penunjukan langsung  itu diberikan dengan harga yang over budget dan tidak melalui mekanisme transparan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, sehingga dapat merugikan PT MCT.

“Kami hanya memastikan semuanya berjalan fair dalam pelaksanaan joint venture tersebut, tidak ada yang mengabuse hukum. Kami tidak ikut campur dengan masalah internal investor,” kata Purbaya.

Kuasa Hukum PT MCT, Defrizal Djamaris menegaskan, berhentinya proyek depo minyak di kawasan industri Westpoint Maritime Industrial Park di pulau Janda Berhias, Batam itu murni karena perselisihan internal. 

Untuk menciptakan kepastian investasinya, sebagai investor minoritas, PT MCT melakukan gugatan kepada Sinomart di Badan Arbitrase International ICC (International Court of Arbitration).

“Gugatan ini kami ajukan karena adanya wan prestasi dan pengingkaran terhadap perjanjian pemegang saham oleh pihak Sinomart. Sebagai pemegang saham minoritas yang hanya 5%, kami juga butuh kepastian hukum,” ungkap Defrizal.

Defrizal menambahkan, PT MCT juga melaporkan adanya dugaan penggelapan di PT WPT. Sesuai hasil penyidikan Polda Kepri, ditemukan adanya keterlibatan dua direksi dan satu komisaris perwakilan dari Sinomart di PT WPT.

Hasil penyidikan lanjutan membuat Polda Kepri menetapkan 3 tersangka terkait dugaan penggelapan dana perusahaan di PT West Point Terminal oleh 3 warga negara asing (WNA).

Terkait kasus ini Bareskrim Mabes Polri merekomendasikan Red Notice kepada Interpol terhadap 3 WNA yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Kepri. Tiga WNA itu tidak pernah hadir sejak ditetapkan tersangka oleh Polda Kepri.

“Kerjasama antara PT MCT dan Sinomart di PT West Point Terminal merupakan perjanjian B to B (business to business). Penyelesaian perselisihan harus dilakukan dalam koridor B to B melalui mekanisme perjanjian yang disepakati kedua belah pihak,” tutur Defrizal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×