kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Politik bergolak, bitcoin populer di Zimbabwe


Minggu, 19 November 2017 / 10:54 WIB
Politik bergolak, bitcoin populer di Zimbabwe


Reporter: Khomarul Hidayat | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - PARIS. Sejumlah warga Afrika mengantre di La Maison du Bitcoin, tempat penukaran uang digital di Paris, Prancis, akhir pekan ini. Mereka membeli uang digital bukan untuk berspekulasi atau memanfaatkan harga uang kripto yang lagi hot.

Warga Afrika itu membeli uang digital bitcoin atau uang kripto lain lalu mengirim uang tersebut ke keluarga mereka di Afrika. "Di banyak negara di Afrika, ada lebih banyak ponsel ketimbang rekening bank. Untuk bitcoin, yang Anda butuhkan hanyalah telepon," kata Manuel Valente, salah satu pendiri La Maison. 

Ya, uang digital bitcoin bukan cuma sedang naik daun di negara-negara maju. Siapa sangka bitcoin ternyata juga sangat populer di negara-negara Afrika. Contohnya di Zimbabwe. Gejolak politik dan ekonomi yang melanda negara tersebut membuat bitcon makin diburu.

Rabu lalu (15/11), saat pemimpin militer mengambil alih kekuasaan dan menahan Presiden Robert Mugabe, makin mendorong permintaan bitcoin di Zimbabwe. Alhasil, seperti dilansir CNN Money, harga bitcoin di negara Afrika itu melonjak menjadi US$ 13.000 atau dua kali lipat dari harga bitcoin di tingkat internasional.

Bitcoin dan mata uang digital lain menjadi lebih populer di negara-negara seperti Zimbabwe karena orang-orang kehilangan kepercayaan terhadap mata uang maupun institusi keuangan lokal mereka di tengah pergolakan politik dan ekonomi. "Bitcoin adalah tempat yang aman bagi orang-orang di seluruh dunia yang tidak mempercayai pemerintah mereka," kata Andrew Milne, Chief Investment Officer dan pendiri hedge fund yang fokus pada uang kripto Altana Digital Currency Fund kepada Bloomberg

Selama bertahun-tahun, Zimbabwe telah berjuang melawan tingkat inflasi mata uang yang tinggi. Negara tersebut berhenti menggunakan mata uangnya sendiri yakni dollar Zimbabwe pada tahun 2009 setelah hiperinflasi yang membuat kurs ini hampir tidak berharga. Gara-gara hiperinflasi, Zimbabwe harus mencetak uang hingga 100 triliun dollar Zimbabwe.

Sejak runtuhnya dollar Zimbabwe, negara ini telah menggunakan dollar AS, rand Afrika Selatan, serta yang lebih baru tentu saja bitcoin dan mata uang digital lain.

Bertransaksi uang digital menjadi cara yang lebih disukai warga karena tanpa harus berurusan dengan bank. Bukan itu saja dengan uang digital bisa melindungi simpanan mereka dari gejolak politik, dan menghindari mata uang lokal ketika nilainya menurun karena inflasi.

Itu sebabnya permintaan uang kripto di Zimbabwe terus meningkat. Golix, platform yang melayani penukaran uang kripto di Zimbabwe, semisal, telah memproses lebih dari US$ 1 juta transaksi pada bulan lalu. Jumlah ini meningkat sepuluh kali lipat dari semua transaksi di tahun 2016. 

Selain Zimbabwe, bitcoin juga populer di negara Afrika lain, seperti Nigeria, Tanzania, Uganda dan Kenya. BitPesa Ltd., sebuah startup yang berbasis di Kenya, sudah menyediakan transfer uang internasional dan layanan lain menggunakan bitcoin di negara-negara tersebut.

Valente mengatakan, membeli barang dan jasa dengan uang kripto masih sulit dilakukan. Namun, menurut dia, di banyak negara Afrika, sejumlah toko sudah banyak yang menerima transaksi dengan bitcoin.




TERBARU

[X]
×