kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tren suku bunga tinggi dimulai


Jumat, 15 Desember 2017 / 11:35 WIB
Tren suku bunga tinggi dimulai


Reporter: Adinda Ade Mustami, Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,25%, pada Rabu (13/12). Kenaikan tersebut diproyeksikan menambah tekanan terhadap ekonomi global, termasuk Indonesia.

Maklum, langkah The Fed itu berpeluang memantik era suku bunga tinggi. Sebab, sejumlah negara lain mulai mengikuti langkah The Fed.

Bank sentral China People's Bank of China (PBOC), misalnya, mengerek reverse repurchase agreement 7-hari dan 28-hari sebesar 5 basis poin. Otoritas moneter Hong Kong juga menaikkan bunga acuan 25 bps menjadi 1,75%. Sejumlah bank sentral negara lain juga berancang-ancang menempuh langkah serupa.

Era suku bunga tinggi tersebut, menurut Bank Dunia, berpotensi memicu volatilitas di pasar keuangan global. Volatilitas pasar finansial makin tinggi jika The Fed mempercepat pengetatan moneter melalui pengurangan neraca keuangannya. "Kondisi ini akan memacu arus modal keluar tiba-tiba, menaikkan biaya pinjaman serta menghambat investasi," kata Frederico Gil Sander, Lead Economist Bank Dunia, Kamis (14/12).

Situasi ini terasa pelik bagi pasar keuangan Indonesia. Sebab, Bank Dunia mencatat, permintaan atas aset Indonesia sempat turun saat The Fed menaikkan suku bunga pada kuartal III-2017. Kala itu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung flat, rupiah terdepresiasi 1,2%, serta imbal hasil obligasi turun lebih cepat dari kuartal II-2017.

Kuartal terakhir ini, rupiah juga tertekan lagi sampai ke posisi Rp 13.600 per dollar AS, mengantipasi kenaikan bunga The Fed. Pada saat bersamaan, arus modal keluar dari pasar modal semakin deras. Sejak awal tahun sampai kemarin, total dana asing yang keluar dari pasar saham sekitar Rp 39,65 triliun.

Nah, sejumlah risiko itulah yang akan membebani ekonomi Indonesia tahun depan. Toh, Bank Dunia maupun sejumlah lembaga ekonomi dan ekonom, optimistis ekonomi Indonesia tahun depan lebih baik daripada tahun ini.

Bank Dunia, misalnya, memproyeksikan ekonomi Indonesia tahun depan tumbuh 5,3%, lebih tinggi dari 5,1% proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini (lihat tabel).

Peneliti dari Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Maxensius Tri Sambodo mengingatkan, selain faktor global, faktor domestik juga membayangi ekonomi laju ekonomi tahun depan. Salah satunya, lemahnya konsumsi rumah tangga.

Namun Senior ASEAN Economist UBS Investment Bank Edward Teather melihat, konsumsi rumah tangga justru berpeluang naik tahun depan. Pendorongnya adalah meningkatnya pendapatan masyarakat, kenaikan harga komoditas, serta aliran dana bantuan sosial.

Peluang ekonomi tahun 2018

1. Tren harga komoditas yang masih meningkat
2. Pulihnya ekonomi AS akan mendorong ekspor RI ke pasar Amerika Serikat
3. Potensi peningkatan konsumsi rumah tangga
4. Perbaikan daya saing dan peningkatan peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia akan mendorong investasi.

Tantangan 2018
1. Pemilu kepala daerah serentak di sejumlah wilayah
2. Kenaikan bunga The Fed 0,25% akan memicu volatilitas mata uang global, termasuk rupiah
3. Pengurangan neraca The Fed atau pengetatan moneter di AS akan menaikkan bunga surat utang negara Indonesia, serta bisa memicu capital outflow
4. Panasnya suhu geopolitik di sejumlah wilayah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×