kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kisah di balik naik-turunnya ekonomi Zimbabwe


Kamis, 16 November 2017 / 17:12 WIB
Kisah di balik naik-turunnya ekonomi Zimbabwe


Sumber: money.cnn | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - HARARE. Zimbabwe sebelumnya pernah menjadi salah satu jantung utama ekonomi Afrika. Namun, perekonomian Zimbabwe hancur akibat pengelolaan industri yang salah, kekurangan pangan, melemahnya mata uang, dan korupsi besar-besaran.

Pimpinan militer telah mengambil alih kontrol negara dalam sebuah kudeta. Mereka mengerahkan puluhan tank di ibukota Harare dan menempatkan Presiden Robert Mugabe sebagai tahanan rumah.

Informasi saja, Mugabe telah memimpin negara ini selama hampir empat dekade. Dia-lah yang patut disalahkan untuk kolapsnya perekonomian negara.

Inilah kisah di balik kenaikan dan penurunan ekonomi Zimbabwe:

1980-an:

Mugabe terpilih untuk pertama kalinya sebagai perdana menteri Zimbabwe pada tahun 1980 setelah menghabiskan waktu bertahun-tahun di penjara sebagai tahanan politik.

Dia dipuja banyak orang dan disetarakan dengan figur Nelson Mandela yang akan memimpin negeri setelah beberapa dekade di bawah kepemimpinan Inggris dan warga kulit putih.

"Dia selalu memiliki sikap populis, yang berarti dia ingin bekerja demi kepentingan rakyatnya tapi tidak harus ekonomi," kata Funmi Akinluyi, manajer portofolio yang berinvestasi di pasar Afrika.

Mugabe memperoleh pengakuan internasional atas inisiatif pendidikan dan kesehatan, dan negara tersebut terus meningkatkan ekspor produk manufaktur dan pertaniannya. Zimbabwe terkenal dengan produksi tembakaunya, dan cuaca juga mendukung pertanian sepanjang tahun.

1990-an:

Ketika momentum politik Mugabe memudar, para kritikus menuduhnya melakukan kebrutalan dan penyuapan untuk mempertahankan kekuasaannya. Dia secara konsisten membantah melakukan kesalahan.

Kesalahan manajemen Mugabe terhadap sektor pertanian di negara itu adalah titik balik yang berkontribusi besar dalam terciptanya bencana ekonomi Zimbabwe.

Tujuan reformasi pertanahan pemerintah adalah mengakhiri puluhan tahun kepemilikan pertanian oleh tuan tanah warga kulit putih, yang banyak dipandang sebagai ketidakadilan kolonial.

"Undang-undang Pembebasan Lahan tahun 1992" memungkinkan Mugabe untuk memaksa pemilik tanah menyerahkan propertinya dan mendistribusikannya kembali. Pada tahun 1993, Mugabe mengancam akan mengusir pemilik tanah warga kulit putih yang keberatan dengan peraturan tersebut.

2000-an:

Baru kemudian pada tahun 2000, kampanye Mugabe berhasil mengumpulkan kekuatan. Dia memaksa 4.000 petani kulit putih untuk menyerahkan tanah mereka. Hasil pertanian Zimbabwe langsung anjlok dalam kurun waktu semalam.

"Terjadi krisis kekurangan bahan pangan yang terjadi secara cepat. Banyak rakyat yang kelaparan," jelas Akinluyi.

Kondisi tersebut diikuti oleh panen yang buruk dan musim kemarau yang terus berlanjut selama dua tahun. Hal ini menyebabkan kelaparan terburuk di negara tersebut dalam 60 tahun terakhir.

Di tengah kekurangan barang-barang kebutuhan dasar, bank sentral menggenjot mesin cetak uangnya untuk membiayai impor. Hasilnya adalah inflasi yang merajalela.

Pada puncak krisis, harga barang naik dua kali lipat setiap harinya. Ekonom Cato Institute memperkirakan, inflasi bulanan mencapai 7,9 miliar persen pada tahun 2008.

Selain itu, tingkat pengangguran melonjak, layanan publik ambruk dan ekonomi menyusut 18% di tahun 2008.

Zimbabwe mengabaikan mata uangnya pada tahun 2009, sehingga transaksi dilakukan dalam dollar AS, rand Afrika Selatan dan tujuh mata uang lainnya.

2010-an:

Mugabe merespon sanksi internasional di 2010 dengan mengancam untuk merebut semua investasi milik Barat di negara tersebut.

Ancaman itu membuat calon investor menjauh.

"Risiko politik melebihi peluang yang Anda tahu ada di sana," kata Akinluyi.

Pemerintahan Mugabe telah mengalihkan fokusnya dari peternakan ke pertambangan, memerintahkan hampir semua penambang berlian untuk menghentikan aktivitas dan meninggalkan fasilitas mereka. Rencananya adalah negara akan mengambilalih operasional entitas tersebut.

Kini, Zimbabwe tengah berjuang keras untuk mendapatkan dana dari negara lain

Zimbabwe sekarang berjuang untuk mendapatkan uang dari negara-negara luar. Kekeringan parah telah membuat perekonomian negara tersebut semakin terpuruk.

Akhir tahun lalu, negara tersebut mulai mencetak apa yang disebut surat obligasi masing-masing senilai US$ 1, untuk mengurangi kekurangan uang tunai secara kronis.

Akinluyi mengatakan situasi saat ini sangat memprihatinkan karena Zimbabwe memiliki begitu banyak potensi.

"Mereka memiliki berlian, batu bara, tembaga, bijih besi ... [Anda] tinggal sebut, mereka punya sumber daya. Saya pribadi berpikir kondisi akan cepat berbalik jika ada orang yang tepat berkuasa," paparnya.




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×