kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Respons tindakan keras tentara, demonstran Myanmar mengecat Yangon dengan warna merah


Selasa, 06 April 2021 / 14:29 WIB
Respons tindakan keras tentara, demonstran Myanmar mengecat Yangon dengan warna merah
ILUSTRASI. Ban terbakar di sebuah jalan saat protes terhadap kup militer terus berlanjut, di Mandalay, Myanmar, Sabtu (27/3/2021). Respons tindakan keras tentara, demonstran Myanmar mengecat Yangon dengan warna merah.


Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Para penentang junta militer Myanmar menyemprotkan cat merah di jalan-jalan di kota terbesar negara itu pada Selasa untuk menandai kematian ratusan "martir" yang terbunuh oleh militer Myanmar karena krisis berlanjut tanpa solusi diplomatik yang jelas terlihat.

Sekitar 570 orang telah terbunuh selama hampir dua bulan kerusuhan sejak kudeta militer pada 1 Februari, dan pasukan keamanan telah menangkap hampir 3.500 orang, dengan sekitar empat perlima dari mereka masih ditahan.

Hal itu dikatakan kelompok advokasi Asosiasi Tahanan Politik (AAPP) pada hari Selasa (6/4) seperti dilansir Reuters.

Demonstran bangun pagi-pagi di Yangon untuk menyemprot dan memercik trotoar, jalan, dan halte bus dengan cat merah sebagai protes atas tindakan keras yang dilakukan oleh pasukan keamanan yang telah menyebabkan kemarahan internasional selama berminggu-minggu.

Baca Juga: Strategi Kalbe Farma (KLBF) tetap melakukan ekspansi di Myanmar

"Darahnya belum kering," kata salah satu pesan dengan warna merah.

Seorang lainnya dioleskan di tempat halte bus membidik tentara berpangkat tinggi yang katanya dieksploitasi oleh para jenderal kleptokratis.

"Jangan membunuh orang hanya untuk gaji kecil serendah harga makanan anjing," katanya.

Kemarahan telah melanda Myanmar dalam dua bulan terakhir karena kembalinya pemerintahan militer dan berakhirnya era singkat reformasi demokrasi dan ekonomi serta integrasi internasional yang tidak ada di bawah kekuasaan militer yang menindas pada tahun 1962-2011.

Beberapa pengunjuk rasa menyebut gerakan mereka sebagai "revolusi musim semi", yang ditandai dengan pawai jalanan, tindakan unik pemberontakan tanpa kekerasan, dan kampanye pembangkangan sipil yang bertujuan melumpuhkan aparat pemerintah.

Selanjutnya: Aksi demo terhadap junta militer di Myanmar pada hari Sabtu menewaskan lima orang




TERBARU

[X]
×