kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45933,54   5,18   0.56%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Risiko resesi ekonomi naik akibat perang dagang AS-China, pasar saham global goyah


Senin, 13 Mei 2019 / 19:50 WIB
Risiko resesi ekonomi naik akibat perang dagang AS-China, pasar saham global goyah


Reporter: Khomarul Hidayat | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - LONDON. Pasar saham global goyah pada Senin (13/5) setelah harapan dari kesepakatan perundingan perdagangan Amerika Serikat (AS)-China pupus. Ini meningkatkan kekhawatiran pasar akan munculnya lagi perang tarif dagang yang dapat memicu resesi ekonomi.

Mengutip Reuters, Pan-European Stoxx 600 tergelincir 0,5%, Senin (13/5). Pasar saham China juga jatuh. Indeks Shanghai Composite dan indeks blue-chip CSI 300 masing-masing turun 1,2% dan 1,8%.

Nilai tukar yuan China juga terseret sentimen negatif ini. Yuan off shore jatuh ke level terendah dalam lebih dari empat bulan teralhir ke level 6,88 terhadap dollar AS.

Indeks saham pasar berkembang juga turun 0,9%, mendekati level terendah sejak Januari 2019.

Kebuntuan negosiasi membuat investor harus menghadapi kekhawatiran aksi pembalasan oleh China atas keputusan AS menaikkan tarif impor barang-barang dari Tiongkok senilai US$ 200 miliar pada Jumat lalu (10/5).

Presiden AS Donald Trump pada Senin (13/5) mengingatkan China untuk tidak membalas kenaikan tarif yang diberlakukan akhir pekan lalu tersebut.

Eskalasi konflik dagang ini dapat mendorong ekonomi AS ke dalam resesi. Naiknya risiko resesi ini ditandai pembalikan kurva imbal hasil obligasi AS antara tenor tiga bulan dan 10 tahun untuk kedua kalinya dalam waktu kurang dari sepekan.

Kurva imbal hasil AS selalu terbalik sebelum setiap resesi ekonomi datang dalam 50 tahun terakhir. Hanya sekali saja, pembalikan kurva imbal hasil tak diikuti resesi ekonomi AS.

"Secara keseluruhan, dalam jangka pendek peluang resesi telah meningkat, sehingga pasar saham akan dihargai karena itu," kata Justin Oneukwusi, manajer portofolio Legal & General Investment Management seperti dikutip Reuters.

Dalam pembicaraan perdagangan, AS menuntut janji perubahan konkret terhadap hukum di Tiongkok. Sementara China mengatakan tidak akan menelan "buah pahit" yang merugikan kepentingannya.

"Seberapa jauh ini meningkat adalah apa yang benar-benar dikhawatirkan pasar. Yang penting adalah apa dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi, dan itulah yang benar-benar ditakuti pasar," kata Oneukwusi.

Penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow kepada Fox News mengatakan bahwa China perlu menyetujui ketentuan penegakan hukum yang "sangat kuat" untuk mendapatkan kesepakatan. Dia mengatakan titik puncaknya adalah keengganan China untuk melakukan perubahan hukum yang telah disepakati.

Kudlow mengatakan, tarif impor AS akan tetap berlaku sementara negosiasi berlanjut dan Trump kemungkinan akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping pada pertemuan puncak G20 di Jepang pada akhir Juni mendatang.

"Risiko perang perdagangan besar-besaran telah meningkat secara material, meskipun kedua belah pihak tampaknya masih menginginkan kesepakatan perdagangan dan pembicaraan diperkirakan akan terus berlanjut," kata ekonom UBS Tao Wang.

Pemerintah AS sendiri menyatakan sedang mempersiapkan menaikkan tarif pada semua impor yang tersisa dari China, bernilai sekitar US$ 300 miliar.




TERBARU

[X]
×