kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

9 Bank setuju bayar denda US$ 2 miliar


Jumat, 14 Agustus 2015 / 20:31 WIB
9 Bank setuju bayar denda US$ 2 miliar


Sumber: Businessinsider,Bloomberg | Editor: Djumyati P.

NEW YORK.  Akhirnya bank-bank raksasa seperti  HSBC, Barclays, BNP Paribas, Goldman Sachs, RBS  setuju untuk menyelesaikan tuntutan hukum investor dalam masalah skandal kecurangan pasar valas yang sudah mereka lakukan. Sampai sejauh ini ada sembilan bank, termasuk JP Morgan, Bank of America, UBS, dan Citigroup yang sudah lebih dulu setuju membayar denda. Bank-bank itu semua akan membayar total sekitar US$ 2 miliar.

Tapi rupanya para investor belum akan berhenti di sini. Mereka akan terus mengejar tuntutan class action-nya terhadap  7 bank lainnya yang dituduh sudah melakukan  konspirasi untuk memanipulasi pasar valuta asing senilai US$ 5,3 triliun per hari. Ke tujuh bank itu adalah Standard Chartered, Societe Generale, Bank of Tokyo-Mitsubishi UFJ, RBC Capital, Deutsche Bank, Credit Suisse, dan Morgan Stanley.

Menurut Michael Hausfeld salah satu pengacara yang mewakili investor, ini hanya permulaannya saja. “Pasar di Asia dan Eropa jauh lebih besar,” tuturnya di Federal Court Manhattan.

Tuntutan para investor ini dimulai tahun 2013, mereka menuduh bank-bank melakukan kecurangan dan memanipulasi pasar dengan memanipulasi nilai tukar valuta asing, mengatur harga dengan bersepakat melebarkan harga jual-beli valas dan bertukar informasi rahasia para kliennya.

Otoritas di Amerika, Eropa, dan Asia mengincar bank-bank di seluruh belahan dunia. Mereka mencari bukti konspirasi bank-bank tersebut dalam menetapkan tolak ukur finansial (LIBOR) . Pasalnya manipulasi tolak ukur ini mempengaruhi semua produk finansial, dari kredit rumah, pensiun, sampai aliran dana lintas negara.   

Kasus ini membuat banyak orang terbuka matanya, betapa serius dan besarnya masalah ini. Tentu saja orang-orang pun mulai mempertanyakan integritas para bankir tersebut. “Sangat dibutuhkan perubahan budaya untuk memastikan hal seperti ini tidak terjadi lagi. Menetapkan hukuman yang berat  bersamaan dengan publikasi besar-besaran adalah satu hal. Tapi saya kira itu belum cukup,” tutur Mark Taylor Profesor di Marwick Business School.

Taylor yang juga mantan trader valas itu melihat perubahan  ancaman sanksi  terhadap senior manajer dan CEO bank. “Saya senang melihat Bank of England’s Fair and Effective Markets Review (FEMR) merekomendasikan tindakan ini. Kita membutuhkan fund manager dan trader yang memikirkan perannya terhadap masyarakat bukan dompetnya,” ungkap Taylor dalam rilisnya.  



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×