Reporter: Mona Tobing | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
SHANGHAI. Bisnis properti China mulai melambat. Sejumlah faktor ditengarai menjadi sebab. Salah satunya adalah kenaikan uang muka atawa down payment (DP) bagi kredit rumah pertama.
Tiga provinsi di China, diberitakan telah menetapkan batas minimum uang muka rumah pada tahun ini. Semisal Shanghai yang membatasi minimal uang muka sebesar 30% mulai Maret 2016. Bahkan pada bulan November kemarin, Shanghai kembali mengerek batas bawah pembayaran pembeli rumah pertama dari semula 30% menjadi 70%, dengan catatan jika calon debitur memiliki catatan pinjaman hipotek di perbankan.
Kebijakan otoritas Shanghai tersebut menyebabkan calon debitur yang hendak membeli rumah mewah harus mengurungkan niatnya, lantaran uang muka kian tinggi. Wilayah lainnya, semisal Tianjin, juga mengerek besaran uang muka minimum bagi pembeli rumah pertama, sebesar 5%.
Sedangkan otoritas di provinsi timur Hangzhou merilis aturan yang membatasi pembeli properti non pribumi. Walhasil transaksi penjualan rumah di China melambat per November tahun ini.
Bloomberg melaporkan aturan pembatasan pembelian properti tersebut telah menurunkan permintaan properti. Adapun faktor berikutnya yang menyebabkan penurunan penjualan rumah di China adalah kenaikan harga rumah baru.
Seperti diberitakan Bloomberg, harga rumah baru di China saat ini rata-rata naik 16% per bulan November lalu dibandingkan periode yang sama tahun 2015.
Berdasarkan catatan yang dimiliki Biro Statistik Nasional China seperti dikutip Bloomberg, Selasa (13/12), transaksi penjualan rumah baru bulan November kemarin tercatat sebesar CNY 910 miliar atau setara US$ 132 miliar.
Masih mengutip data Biro Statistik Nasional tersebut, terjadi peningkatan keuntungan 38%. Zhao Yang Kepala Ekonom China di Nomura Holdings Inc. mengatakan, para pembuat kebijakan di China telah berhasil menurunkan pertumbuhan pasar properti menjadi lebih stabil.
Namun, kata Zhao, pasar properti yang kini mulai cooling down dapat menjatuhkan harga rumah. Jika hal tersebut terjadi, maka investor yang selama ini berinvestasi di real estate berpotensi menerima kerugian karena harga yang mereka beli beberapa waktu lalu terbilang sudah terlampau mahal.
Namun, investasi pengembangan real estat bulan lalu naik 5,7%. Menurut perhitungan Bloomberg berdasarkan data resmi Pemerintah China, nilai investasi pada unit properti baru meningkat sekitar 3,3% per November 2016 dibandingkan setahun lalu.
Kendati rapor ekonomi masih sesuai target, pemerintah China memang tengah fokus berbenah di sektor properti dan kredit. Lantaran sektor ini berpotensi menjadi ancaman serius di masa mendatang.
Tanda-tanda itu mulai tampak dengan munculnya gelembung kenaikan harga properti melanda China. Kondisi ini pula yang menyebakan pemerintah China bergerap. Pada awal Oktober lalu, ada 14 kota di China yang membatasi pembelian properti baru.
Tak hanya itu saja, risiko kredit perbankan China juga masig mengkhawatirkan. Utang China sampai saat ini sudah mencapai 250% terhadap PDB. Laporan Bank for International Settlements (BIS) menyebut, pertumbuhan kredit China menandakan peningkatan risiko krisis perbankan tiga tahun ke depan.
Kendati sesuai ekspektasi pasar, investor menunggu aksi Pemerintah China untuk menyelesaikan masalah tumpukan utang dan gelembung properti.