kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
FOKUS /

Bualan Arab Saudi dan Rusia soal produksi minyak?


Kamis, 08 September 2016 / 23:55 WIB
Bualan Arab Saudi dan Rusia soal produksi minyak?


Sumber: Reuters,Bloomberg | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Hajatan pertemuan negara-negara pengekspor minyak (OPEC) dan non OPEC Rusia pada 26-28 September di Aljazair mendatang mampu menghangatkan harga minyak mentah dunia. Terlebih wacana kesepakatan pembekuan produksi yang April lalu gagal semakin mengemuka.

Sebagaimana yang dilansir Reuters, Kamis (8/9) merujuk pernyataan seorang pejabat Aljazair dan sumber OPEC bahwa Menteri Energi Aljazair akan bertemu mitranya Menteri Arab Saudi Khalid al-Falih dan Sekretaris Jenderal OPEC Mohammed Barkindo di Paris, Jumat (9/9).

Pertemuan ini sebagai bagian untuk mencapai kesepakatan untuk menstabilkan produksi minyak mentah dan mendukung harga minyak.

“Ada langkah yang kuat terhadap kesepakatan antara OPEC dan non-OPEC (Rusia) setidaknya untuk membekukan produksi. Tapi jika kita akan membeku, kita harus menggunakan sumber-sumber sekunder untuk mengukur tingkat produksi. Kami tidak bisa membiarkan masing-masing negara untuk menggunakan metode yang berbeda,” kata sumber kepada Reuters.

Di tengah upaya terang menstabilkan harga minyak, bayang-bayang Iran bisa saja meredupkannya. Perlu dicatat, Iran dituding sebagai aktor utama gagalnya kesepakatan pembekuan produksi sebelumnya.

Setelah berakhirnya sanksi pada Januari lalu, Iran menegaskan akan terus memompa produksi minyaknya sampai target 4 juta barel per hari. Di mana angka produksi sebelum sanksi diberlakukan pada 2012 lalu.

Alasan itulah, Iran memilih untuk tidak bergabung dalam kesepakatan pembekuan produksi sebelumnya. “Iran harus setuju untuk menjadi sejalan dengan produsen lain dan menggunakan sumber-sumber sekunder," ujar sumber.

Mengutip Bloomberg, Presiden Iran Hassan Rouhin mengatakan Selasa (6/9) mendukung upaya pemulihan harga yang adil. Namun, pihaknya juga harus memulihkan produksinya yang telah hilang.

Tak heran jika kemudian, David Fyfe, Head of Market Research & Analysis Gunvor Group Ltd meragukan kesepakatan pembekuan produksi bakal terjadi.

Lanjutkan reli

Walau pun demikian, harga minyak telah menujukan tren naik. Terutama setelah Arab Saudi dan Rusia sepakat untuk menstabilkan harga di mana minyak mencapai level tertingginya dalam sepekan, Senin (5/9) kemarin.

Kini harga minyak mendapatkan dorongannya dari turunnya stok minyak Amerika Serikat (AS) 14,5 juta berel pekan lalu, dibandingkan dengan ekspektasi peningkatan 225.000 barel, mengacu Energy Information Administration (EIA). Harga minyak naik hampir 3 % pada perdagangan Kamis (8/9).

Sebelumnya, American Petroleum Institute menunjukkan stok minyak mentah AS turun 12,1 juta berel pekan lalu dengan ekspektasi untuk kenaikan 200.000 barel.

Mengutip CNBC, minyak Brent naik US$ 1,72 per barel pada $ 49,70 pukul 11:25 New York. Sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) pengiriman Oktober naik US$ 1,71 sen ke level US$ 47,21 per barel.

Turun stok minyak ditengarai akibat Badai Tropis Hermine yang mengancam wilayah penyulingan Gulf Coast. Pemerintah AS mengatakan pekan lalu sedikitnya lebih dari 22% produksi minyak mentah ditutup di Teluk Mesiko sebagai langkah pencegahan.

Panasnya minyak juga didukung dari data perdagangan yang kuat dari China, di mana impor minyak mentah bulan Agustus naik hampir seperempat dibandingkan tahun lalu.

Harga ideal

Di tengah banyaknya sentimen yang menopang penguatan harga minyak, lalu bagaimana kata para trader?. Berapa harga minyak ideal yang diharapkan trader saat sekarang ini?.

Semua dari kecuali satu dari 15 pelaku bisnis minyak yang diwawancarai pekan ini dalam sebuah Konferensi Asia-Pacific Petroleum tahunan di Singapura mengharapkan minyak tetap berada rentan US$ 40 dan US$ 60 per barel untuk kurun waktu 12 bulan ke depan.

“Masalahnya setelah harga naik terlalu cepat, pengebor Amerika mulai untuk menghasilkan minyak lebih banyak. Pasar akan tetap dalam koridor US$ 40 sampai US$ 50, maksimal U$$ 55," kata Arzu Azimov, kepala Socar Trading SA, dikutip dari Bloomberg.

Mayoritas pedagang mengatakan kembali pulihnya harga minyak telah mendorong kembali produksi minyak terutama datang dari Iran, Arab Saudi, dan minyak shale Amerika.

Minyak telah melonjak lebih dari 10% sejak awal Agustus di tengah spekulasi  Arab Saudi dan Rusia mencapai kesepakatan pembekuan produksi. Tetapi kenyataannya, tindakan kedua negara ini menunjukkan arah yang berbeda.

Mengacu data yang dilansir dalam laman CDU-TEK awal September, Riyadh memompa minyak mentah paling dalam, sementara produksi minyak Rusia naik di atas 11 juta barel per hari untuk pertama kalinya sejak 1991.

“Harga mungkin akan dibatasi sekitar level saat ini untuk satu tahun lagi, daripada naik secara bertahap hingga 2017,” kata Amrita Sen, analis Energy Aspects Ltd.

Dengan, nada bearish pada konferensi energi top Asia ini mencerminkan sikap skeptis bahwa OPEC dan non OPEC dapat menyetujui pembekuan produksi dan mengecilkan kelebihan pasokan global. Ketika mereka bertemu akhir bulan ini di Aljazair.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×