kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Divestasi 51% saham Freeport Indonesia tak semata soal pembayaran


Minggu, 11 November 2018 / 16:06 WIB
Divestasi 51% saham Freeport Indonesia tak semata soal pembayaran
ILUSTRASI. Tambang Grasberg PT Freeport Indonesia


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proses divestasi 51% saham PT Freeport Indonesia (PTFI) oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) ditargetkan bisa rampung sebelum tutup tahun ini. Untuk mencapai target tersebut, Inalum dikabarkan telah menerbitkan global bond senilai US$ 4 miliar yang akan digunakan untuk membayar biaya divestasi kepada Freeport-McMoran (FCX) sebesar US$ 3,85 miliar.

Namun, penyelesaian proses divestasi ini bukan hanya soal pembayaran. Pasalnya, ada sejumlah izin atau penyelesaian administrasi yang harus terlebih dulu dirampungkan sebelum Inalum resmi menggenggam 51% saham PTFI.

Dari sisi Inalum, Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin sempat menjelaskan bahwa dalam rentang bulan Oktober hingga Desember 2018 ini, ada sejumlah hal yang masih perlu dituntaskan. 

Yakni soal penyelesaian isu lingkungan yang nantinya akan dilampirkan dalam penerbitan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), persetujuan atas perubahan anggaran dasar PTFI, serta kelengkapan administrasi perizinan yang perlu diperoleh FCX, berupa pelaporan persaingan usaha (anti-trust filing) di lima negara, yakni Republik Rakyat Tiongkok, Indonesia, Jepang, Filipina dan Korea Selatan.

Head of Corporate Communications Inalum Rendi A. Witular mengungkapkan bahwa pihaknya optimistis bisa merampung keseluruhan proses tersebut sesuai target dan saat ini masih berjalan secara pararel.

“Sesuai target, semuanya masih berjalan secara pararel,” ujar Rendi saat dihubungi KONTAN, Minggu (11/11).

Namun, dari sisi PT Freeport Indonesia, Vice President Corporate Communication PTFI Riza Pratama mengungkapkan bahwa pihaknya masih melakukan proses perundingan. Namun, Riza tak menjelaskan lebih lanjut hal-hal apa saja yang masih dalam proses perundingan tersebut.

“Freeport terus berunding untuk menyelesaikan proses negosiasi, termasuk di dalamnya divestasi, dengan pemerintah,” kata Riza.

Hanya saja, Riza tak memberikan bahtahan bahwa hal-hal yang masih dalam proses perundingan itu antara lain seputar IUPK sampai tahun 2041, dimana PTFI berkeinginan untuk mendapatkan izin tersebut langsung secara 20 tahun sejak berakhirnya kontrak pada tahun 2021.

Selain itu, soal kepastian investasi dan perpajakan pun masih menjadi bahan perundingan. Tapi, terkait hal ini, Riza pun masih enggan memberikan keterangan.

Yang pasti, ia menyebut bahwa penyelesaian sejumlah yang dirundingkan ini harus rampung berbarengan dengan pembayaran divestasi 51% saham. Ia pun bilang, pihaknya berharap agar proses ini bisa rampung secepatnya.

“Masih dalam pembahasan. Saya nggak bisa kasih detailnya karena perundingan belum selesai. Semuanya harus berbarengan. Ya (kita berharap akan selesai) secepatnya” jelasnya.

Sayang, hingga tulisan ini dibuat, pihak Pemerintah masih belum memberikan keterangan. 

Saat dihubungi KONTAN, baik dari pihak Kementerian ESDM maupun BUMN belum ada yang memberikan jawaban.

Begitu pun dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saat dimintai konfirmasi soal progres penyelesaian isu lingkungan yang pernah disebut-sebut bisa menghambat penyelesaian proses divestasi ini.

Sebagaimana yang pernah diberitakan KONTAN sebelumnya, Menteri LHK Siti Nurbaya, menyebut, penyesunan roadmap pengelolaan lingkungan dan tailing PTFI sudah mencapai 80%.

Lebih lanjut, Riza Pratama dan juga Inspektur Jenderal KLHK yang juga menjabat sebagai Ketua Tim penanganan masalah lingkungan PTFI Ilyas Assad menyebutkan, bahwa roadmap tersebut ditargetkan selesai pada bulan November ini.

Pada 23 Oktober lalu, Ilyas menyebut bahwa dari 48 poin kewajiban lingkungan yang harus diselesaikan oleh PTFI, 42 diantaranya telah dituntaskan. Sedangkan enam lainnya masih dalam proses penyelesaian.

“(Enam yang belum selesai itu) misalnya air limpasan di danau atas tambang di Wanagon, kemudian pemasangan alat untuk pengukuran. Semua lagi jalan, tapi ada yang bisa selesai segera, ada yang masih memerlukan waktu,” jelas Ilyas.

Ilyas menyebut, tak semua kewajiban lingkungan tersebut harus diselesaikan sebelum proses divestasi selesai. Sebab, kata Ilyas, ada sejumlah pekerjaan yang memerlukan waktu dan tak bisa diburu-buru.

“Ada pekerjaan yang bisa segera selesai, ada yang sementara dikerjakan tapi juga tidak mungkin dipercepat. Ada di antaranya yang tidak mungkin tuntas sampai November, (seperti) yang di Wenagon, limpasan air di atas, tampaknya itu memerlukan waktu,” ungkapnya.

Hanya saja, sebagai lampiran bagi IUPK PTFI, untuk roadmap pengelolaan lingkungan dan tailling, Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) dan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) bisa selesai November ini.
“Hampir tidak ada masalah, DELH itu seperti AMDAL, sudah mau final. Memang belum final seluruhnya, kita targetkan roadmap-nya selesai di November, paling lambat Desember,” imbuh Ilyas.

Sementara hingga kini, Riza Pratama berkata, PTFI terus melaporkan progres penanganan isu lingkungan hidup dengan KLHK. Untuk berbagai dokumen dan izin lingkungan harus dilengkapi PTFI, Riza pun mengklaim bahwa pihaknya telah mengajukan kepada KLHK.

“Setahu saya sudah kami ajukan. KLHK yang akan melihat kemajuan dalam penanganan isu lingkungan hidup. Freeport terus melaporkan progres kepada KLHK,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×