kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonomi Afrika Selatan terpuruk ke jurang resesi


Rabu, 07 Juni 2017 / 14:05 WIB
Ekonomi Afrika Selatan terpuruk ke jurang resesi


Sumber: money.cnn | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

CAPE TOWN. Perekonomian Afrika Selatan kembali jatuh ke jurang resesi untuk kali pertama sejak 2009.

Pada kuartal pertama, ekonomi Afrika Selatan terkontraksi sebesar 0,7%. Kondisi ini dipicu oleh lemahnya perdagangan dan aktivitas manufaktur.

Anjloknya performa Afsel mengejutkan para analis yang sebelumnya memprediksi ekonomi akan rebound setelah turun 0,3% pada kuartal terakhir 2016.

Sekadar informasi saja, resesi didefinisikan sebagai kontraksi yang terjadi selama dua kuartal beruntun.

Ini merupakan sinyal terbaru bagi Afsel bagi perekonomian mereka. Apalagi, sebelumnya, peringkat utang Afsel sudah diturunkan menjadi junk (sampah) oleh dua badan pemeringkat internasional. Adapun kecemasan terbesarnya adalah ketidakstabilan politik.

Presiden Afsel Jacob Zuma sebelumnya memecat menteri keuangan Pravin Gordhan dan sejumlah menteri lainnya pada April 2017. Aksinya itu kian menyebabkan guncangan politik baru dan meningkatkan ketidakpastian ekonomi.

Padahal, Gordhan telah membangun reputasi sebagai orang bertangan dingin yang secara ahli menggiring ekonomi Afsel ke arah positif dan mempromosikan kepentingan bisnisnya. Dia pertama kali menjabat sebagai menteri keuangan antara tahun 2009 dan 2014, dan kembali lagi menjabat pada Desember 2015. Hal itu melegakan investor internasional.

Hanya saja, Gordhan dan Zuma bertikai soal sejumlah isu, seperti manajemen badan usaha milik pemerintah dan kebutuhan akan rencana besar perekonomian baru.

Mata uang Afsel, rand -yang menguat di bawah kepemimpinan Gordhan- langsung anjlok pasca pemecatannya. Berdasarkan data CNBC, rand anjlok 1,2% terhadap dollar AS setelah data Produk Domestik Bruto (PDB) Afsel dirilis Selasa (6/6).

"Agenda kebijakan mengalami peningkatan risiko karena dibayangi oleh pertikaian politik. Kami meyakini situasi politik sekarang dapat menyebabkan sektor swasta menunda keputusan investasi bisnisnya," jelas analis S&P Global Ratings pada pekan ini.




TERBARU

[X]
×