kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonomi syariah sekadar utopia


Selasa, 28 Mei 2019 / 14:33 WIB
Ekonomi syariah sekadar utopia


Reporter: Barly Haliem | Editor: Tri Adi

Ekonomi syariah selalu naik daun setiap Ramadan. Upaya membangun sistem ekonomi berbasis aturan Islam ini menjadi bahan kajian serius yang semarak digelar sebagai bunga-bunga pengisi bulan suci.

Tak syak lagi, Indonesia memang ideal sebagai ladang subur persemaian ekonomi syariah. Negara ini memiliki sekitar 220 juta penganut Islam, sebuah populasi muslim terbesar di dunia. Indonesia juga masuk dalam jajaran G-20 atau daftar 20 negara dengan ekonomi terbesar dunia.

Kendati memiliki seabrek modal dasar pengembangan ekonomi umat, nyatanya laju ekonomi syariah di Tanah Air tak semanis harapan. Kemajuan ekonomi syariah yang telah dicapai masih jauh di bawah potensinya.

Penggalian potensi ekonomi zakat, sebagai contoh. Menurut Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznaz) Bambang Sudibyo, pengumpulan zakat, infak dan sedekah secara nasional tahun lalu masih di kisaran Rp 8 triliun. Meskipun nilainya melebihi target, jumlah tersebut hanya 3,5% dari perkiraan potensinya yang senilai Rp 230 triliun.

Nah, sebagai pilar sentral dalam sistem keuangan syariah Indonesia, realisasi pengumpulan zakat jelas faktor krusial. Jika hasil zakat minim saja, sistem keuangan syariah jelas lesu bak kekurangan darah.

Begitu perkembangan industri keuangan syariah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, per Januari 2019, total nilai aset industri keuangan syariah nasional sekitar Rp 1.291,48 triliun atau sekitar 8,55% total aset industri keuangan. Dengan kata lain, keuangan konvensional tetap dominan di negara ini.

Sesungguhnya, regulasi dan instrumen ekonomi syariah dalam negeri relatif mumpuni. Lantas, mengapa ekonomi syariah lamban berkembang?

Jika kita bedah lebih jauh, penghambat terbesar pertumbuhan ekonomi syariah dalam negeri ialah kemiskinan. Mayoritas muslim negeri ini masih dihantui kemiskinan, serta penyokong utama populasi penduduk miskin negara ini.

Hitungan di atas kertas, 87% populasi muslim Tanah Air hanya memiliki kekuatan ekonomi tak lebih dari 50% total PDB Indonesia. Sulit rasanya mengharapkan ekonomi syariah tumbuh jika masalah kemiskinan masih membekap muslim Indonesia.

Akhir kata, gagasan menerapkan sistem ekonomi syariah tak lebih dari sekadar utopia jika mayoritas muslim negeri ini masih berkubang dalam kemiskinan.♦

Barly Haliem Noe

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×