kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gejolak politik Myanmar memaksa 230.000 penduduk mengungsi


Jumat, 25 Juni 2021 / 10:08 WIB
Gejolak politik Myanmar memaksa 230.000 penduduk mengungsi
ILUSTRASI. Pengunjuk rasa anti kudeta berjalan di belakang barikade sementara api membakar Jembatan Bayint Naung di Mayangone, Yangon, Myanmar, Selasa (16/3/2021).


Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Badan kemanusiaan PBB pada hari Kamis (24/6) mengatakan bahwa hingga saat ini diperkirakan ada 230.000 orang telah mengungsi akibat pertempuran dan kekerasan di Myanmar. Semuanya membutuhkan bantuan dalam bentuk apa pun sesegera mungkin.

Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), meyakinkan bahwa  operasi bantuan sedang berlangsung tetapi terhalang oleh bentrokan bersenjata, kekerasan dan ketidakamanan di negara itu.

Dilansir dari Reuters, OCHA mencatat ada 177.000 orang mengungsi di negara bagian Karen yang berbatasan dengan Thailand, 103.000 di antaranya bergerak pada bulan lalu.

Sementara itu, lebih dari 20.000 orang berlindung di 100 daerah pengungsian setelah pertempuran antara Pasukan Pertahanan Rakyat dan tentara di Negara Bagian Chin yang berbatasan dengan India.

Beberapa ribu orang juga melarikan diri dari pertempuran di negara bagian Kachin dan Shan utara.

Baca Juga: Junta tuding Aung San Suu Kyi melakukan korupsi

Persatuan Nasional Karen (KNU), salah satu kelompok etnis minoritas tertua di Myanmar, menyatakan keprihatinan tentang hilangnya nyawa warga sipil, meningkatnya kekerasan dan penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh militer di seluruh Myanmar.

"KNU akan terus berjuang melawan kediktatoran militer dan memberikan perlindungan sebanyak mungkin kepada orang-orang dan warga sipil tak bersenjata," kata mereka dalam sebuah pernyataan.

Pada hari Kamis, aksi protes anti-junta berlangsung di Negara Bagian Kachin, Dawei, Wilayah Sagaing dan ibu kota komersial Yangon. Para demonstran membawa spanduk dan membuat gerakan tiga jari untuk menentang.

Beberapa menunjukkan dukungan bagi mereka yang menentang kekuasaan militer di Mandalay, di mana terjadi baku tembak antara tentara dan kelompok gerilya yang baru dibentuk pada Selasa (22/6).

Myanmar telah berada dalam krisis sejak kudeta 1 Februari menggulingkan pemerintah terpilih. Aksi militer ini praktis memicu kemarahan nasional yang telah menyebabkan protes, pembunuhan dan pemboman, dan pertempuran antara pasukan dan tentara sipil.

Menurut Asosiasi Tahanan Politik (AAPP) yang ada di Myanmar, setidaknya 877 orang telah dibunuh oleh pasukan keamanan dan lebih dari 6.000 ditangkap sejak kudeta. Junta menolak laporan tersebut dan menyebut AAPP sebagai organisasi ilegal.

Selanjutnya: China memastikan tetap mendukung Myanmar meski dikendalikan militer




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×