Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 membuat ekonomi Amerika Serikat (AS) terpukul sepanjang kuartal I-2020. Aksi protes akibat kematian George Floyd, ditambah kembali memanasnya tensi dagang dengan China diprediksi bakal menyeret perekonomian Negeri Paman Sam.
Kamis (28/5), Departemen Perdagangan AS mengumumkan, PDB AS sepanjang kartal I-2020 kontraksi 4,8%. Posisi tersebut menjadi kontraksi terdalam setelah krisis ekonomi 2008, di mana saat itu AS mencatat pertumbuhan ekonomi negatif 8,4%.
Pandemi virus corona jadi faktor utama merosotnya ekonomi AS. Ekspansi perusahaan yang minim akibat lockdown, sementara daya beli konsumen juga merosot lantaran lebih jutaan orang dipecat dan hanya berdiam diri di rumah.
Baca Juga: Aktivitas manufaktur di Asia terpuruk akibat merosotnya perdagangan global
Sayangnya, upaya pemulihan ekonomi AS yang baru saja dimulai dengan pembukaan sejumlah ritel, kini malah berakhir tragis. Hal ini muncul setelah sejumlah aksi protes yang berujung penjarahan di beberapa wilayah negara bagian.
Aksi demonstrasi besar-besaran yang terjadi di sekitar 30 negara bagian terjadi setelah kematian George Floyd, seorang warga kulit hitam yang mendapat kekerasan dari seorang polisi di Minneapolis.
Aksi protes yang terjadi di New York, Chicago, hingga Los Angeles disertai dengan sejumlah aksi perusakan hingga penjarahan. Beberapa toko kenamaan hingga barang mewah seperti Nike, Adidas, Louis Vuitton hingga Kaws tak luput dari penjarahan.
Perusahaan-perusahaan justru menilai hal ini lebih menakutkan dibandingkan efek yang diciptakan oleh pandemi.
“Orang-orang meyadari (pandemi) membuat pekerjaannya hilang atau tidak akan kembali dengan cepat. Ini semua diperparah dengan masalah rasialisme, dan menggambarkan bagaimana putus asa nya masyarakat AS,” kata Chief Economist Moody’s Mark Zandi dikutip dari Reuters.