Sumber: Reuters | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - BANGKOK. Indeks sentimen industri Thailand mengalami penurunan ke level terendah dalam tiga tahun pada bulan Agustus, menurut laporan Federasi Industri Thailand (FTI) yang dirilis Rabu (17/9). Penurunan ini dipicu kekhawatiran terhadap ketidakpastian politik dalam negeri, penguatan nilai tukar baht, serta tarif perdagangan dari Amerika Serikat.
FTI melaporkan indeks sentimen industri turun menjadi 86,4 pada bulan Agustus, dari sebelumnya 86,6 di Juli. Ini merupakan angka terendah dalam 37 bulan terakhir. Penurunan ini menandai penurunan selama enam bulan berturut-turut. Survei dilakukan sebelum parlemen Thailand memilih Anutin Charnvirakul sebagai perdana menteri awal bulan ini.
"Kami melihat sisi positif dari kabinet yang baru ini, yaitu masa jabatannya yang singkat. Hal ini bisa mendorong pemerintah untuk bekerja lebih fokus dan sungguh-sungguh," ujar Wakil Ketua FTI, Nava Chantanasurakon, dalam sebuah konferensi pers. Ia menambahkan, jika pemerintah mampu memprioritaskan dan melaksanakan usulan sektor swasta secara efektif, maka indeks ini akan membaik dibandingkan bulan Agustus.
Baca Juga: Bangkok Jadi Kota Terbaik untuk Tinggal Menurut Gen Z, Ini Alasannya
Anutin sebelumnya menyatakan niatnya untuk memperkuat ekonomi Thailand yang sedang lesu dan berkomitmen untuk mengatasi penguatan baht. Mata uang baht yang menguat hingga mencapai level tertinggi dalam empat tahun terhadap dolar AS telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha, terutama eksportir beras.
Tahun ini, baht tercatat menguat sebesar 8% terhadap dolar, menjadikannya mata uang dengan penguatan terbesar kedua di Asia.
Bank sentral Thailand telah menyatakan sedang mempertimbangkan sejumlah langkah untuk menahan penguatan baht, termasuk kemungkinan pengenaan pajak terhadap perdagangan emas.
Badan perencanaan negara memprediksi pertumbuhan ekonomi Thailand pada tahun ini hanya akan berada di kisaran 1,8% hingga 2,3%, lebih rendah dari pertumbuhan tahun lalu sebesar 2,5% yang sudah tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara.
Sementara itu, Amerika Serikat telah memberlakukan tarif sebesar 19% terhadap barang-barang impor dari Thailand. Masih ada pula ketidakpastian terkait penerapan tarif terhadap barang-barang yang dikirim melalui Thailand dari negara ketiga. Untuk menghadapi perubahan aturan perdagangan ini, pemerintah Thailand berencana membentuk satuan tugas khusus pada bulan Oktober untuk menangani jutaan sertifikat asal barang (certificate of origin) yang akan diperlukan.