kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini penyebab harga minyak melemah


Jumat, 14 Desember 2018 / 21:10 WIB
Ini penyebab harga minyak melemah


Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rilis data produksi industri China membuat harga minyak lunglai pada perdagangan hari ini. Pergerakan harga minyak masih diperhitungkan menurun terus karena penguatan indeks dollar.

Mengutip Bloomberg Jumat (14/12), pukul 18.30 WIB, harga minyak WTI kontrak pengiriman Januari 2019 tercatat melemah. Harga minyak WTI harus turun 0,32% menjadi US$ 52,41 per barel. Dalam sepekan, pelemahan harga minyak membesar menjadi 0,38%.

Analis monex Investindo Futures Putu Agus Pransuamitra mengatakan bahwa penurunan harga minyak akibat rilisnya data produksi industri China yang lebih rendah dari perkiraan.

“Pasar cemas akan perekonomian China akan melambat. Ini membuat penurunan permintaan minyak mentah China sebagai konsumen minyak mentah terbesar kedua dunia,” ungkapnya kepada KONTAN, Jumat (14/12).

Putu menjelaskan bahwa bulan November, China telah merilis data penjualan ritel yang turun dari 8,6% menjadi 8,1%. Sementara dari data produksi industri menurun 5,4% dari yang sebelumnya 5,9%.

Kendati demikian, masih ada sentimen positif, dimana pelaku pasar melihat kesepakatan OPEC dan Rusia yang memangkas produksi minyaknya. OPEC dan Rusia sebelumnya telah sepakat memangkas produksi sebesar 1,2 juta barel per hari mulai Januari. Hal ini untuk mengerem persediaan yang menumpuk. Belum lagi, persediaan minyak di Cushing, Oklahoma yang merupakan titik pengiriman produk futures minyak mentah AS, turun hampir 822.000 barel.

Putu pun memperkirakan harga minyak hari senin (17/12) akan berada di rentang US$ 49.30 sampai US$ 54.25 per barel. Sedangkan dalam sepekan, harga minyak menyentuh US$ 47.00 sampai US$ 57.50 per barel.

Dari segi teknikal, Putu melihat harga berada dibawah garis MA 50,100 dan 200. Sementara indikator RSI bergerak turun di area 51, dengan indikator stochastic yang bergerak turun di level 50. Begitu juga dengan indikator MACD yang berada di area negatif 2,1. Sehingga Putu melihat bahwa pelemahan harga minyak masih akan terjadi.

Sama halnya dengan Putu, Direktur PT Garuda Berjangka, Ibrahim menyebut bahwa hasil produksi industri dan volume penjualan ritel yang turun bisa menjadi titik pelambatan ekonomi China selanjutnya. Ditambah perang dagang dengan Amerika Serikat yang kemungkinan akan terjadi lagi. Tak hanya itu, Ibrahim juga melihat bahwa penguatan dollar menjadi sentimen negatif akan pergerakan harga minyak dunia.

“Dollar bisa dibilang unjuk gigi saat ini. Karena permasalah Brexit belum selesai. Selain itu, European Central Bank (ECB) yang mempertahankan suku bunga 0% dan terkesan memaksakan pelonggaran kuantitatif keuangan Eropa. Serta pengurangan produksi Rusia dan Eropa yang tidak diinginkan pasar. Yang diinginkan pasar lebih dari 1,2 juta barel per hari,” imbuh Ibrahim.

Ibrahim mencatat bahwa indeks dollar akan terus menguat sampai ke level 97,90 hingga terus melemahkan harga minyak. Ia pun memperkirakan harga minyak awal pekan depan bergerak di level US$ 49 sampai US$ 53,50 per barel. Sementara sepekan kedepan harga minyak dunia berada di kisaran US$ 48.90 sampai US$ 54 per barel.

Dari sisi teknikal, Ibrahim melihat indikator bollinger band dan moving average (MA) 20% berada dibawah. Sama halnya dengan indikator stochastic yang 70% negate. Sedangkan indikator MACD 60% positif karena pasar sedang menunggu data pergantian pasar. Sehingga mengindikasi indikator RSI yang wait and see.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×