Sumber: Bloomberg | Editor: Dikky Setiawan
BEIJING. Kebijakan bank sentral China menahan laju depresiasi nilai tukar yuan, diperkirakan kalangan ekonom bakal menggerus cadangan devisa negeri Tirai Bambu tersebut.
Menurut sejumlah ekonom yang disurvei Bloomberg, cadangan devisa China akan menyusut US$ 40 miliar per bulan akibat intervensi People’s Bank of China (PBOC) di pasar keuangan negeri tersebut. PBOC diperkirakan bakal mengucurkan dana cukup besar untuk menahan depresiasi kurs yuan.
Sebagai konsekuensinya, hingga akhir tahun ini, cadangan devisa China diproyeksi akan menyusut menjadi US$ 3,45 triliun dari posisi pada akhir Juli lalu sebesar US$ 3,65 triliun.
Ken Peng, analis dari Citigroup Inc di Hong Kong menilai, sebagai negara dengan cadangan devisa terbesar di dunia, China akan mengucurkan banyak cadangan devisa untuk mencapai tujuannya tersebut. “Bank sentral China akan sering melakukan intervensi di pasar valuta asing dalam tiga bulan ke depan untuk menjaga stabilitas mata uang yuan,” ungkap Peng.
Kebijakan intervensi PBOC menahan depresiasi yuan tersebut bertujuan untuk membatasi hengkangnya modal asing. Pasalnya, lebih dari dua dekade, laju pertumbuhan ekonomi di Negeri Panda itu mengalami perlambatan. Bahkan, untuk mendukung kebijakan intervensi PBOC, cadangan devisa China telah tergerus hingga US$ 192 juta dalam tujuh bulan terakhir.
Survei Bloomberg juga menunjukkan, di sisa akhir tahun ini, nilai tukar yuan terhadap dollar Amerika Serikat (AS) akan melemah 1,6% menjadi 6,50 per dollar AS.
Pada pekan lalu, otoritas moneter China memborong yuan melalui bank agen untuk menstabilkan nilai tukar yuan. Kebijakan ini dilakukan setelah pada 11 Agustus yuan didevaluasi akibat ekonomi China masih tergelincir dalam dua dekade. Setelah kebijakan devaluasi, dalam lima hari terakhir, mata uang yuan melemah 2,9% menjadi 6,3947 per dollar AS. Pada Senin lalu (17/8), nilai tukar yuan diperdagangkan turun 0,05%.
Huang Wentao dan Zheng Lingyi, analis dari China Securities Co berpendapat, China akan terus mengeluarkan biaya yang besar untuk mempertahankan stabilitas nilai tukar yuan terhadap dollar AS. “Ini termasuk mengorbankan ekspor dan menggunakan cadangan devisa,” ujar Wentao.