kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.165   35,00   0,22%
  • IDX 7.061   77,00   1,10%
  • KOMPAS100 1.056   15,23   1,46%
  • LQ45 830   13,06   1,60%
  • ISSI 214   1,28   0,60%
  • IDX30 423   7,14   1,72%
  • IDXHIDIV20 510   8,21   1,64%
  • IDX80 120   1,73   1,46%
  • IDXV30 125   0,77   0,62%
  • IDXQ30 141   2,14   1,54%

John Bolton: Trump Gagal Menghargai Sepenuhnya Kepresidenan AS


Jumat, 10 Juli 2020 / 13:47 WIB
John Bolton: Trump Gagal Menghargai Sepenuhnya Kepresidenan AS
ILUSTRASI. Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan John Bolton, mantan penasehat keamanan nasional AS.


Sumber: DW.com | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - DW. Empat bulan sebelum pemilihan presiden AS, sejumlah survei menunjukkan Donald Trump sedang mengalami kemerosotan. Kaum konservatif yang tidak puas menyebutnya tidak kompeten dan berkampanye melawan presiden dari Partai Republik, dengan isu kurva kasus virus corona di AS, jutaan warga Amerika yang menganggur, dan protes besar-besaran pembunuhan George Floyd. Mereka lalu mendukung Joe Biden, calon presiden dari Partai Demokrat.

John Bolton, salah satu dari tiga mantan penasihat keamanan nasional AS yang dipecat Donald Trump, berbincang dengan jurnalis DW Tim Sebastian untuk membahas pandangannya terhadap kepresidenan Trump.

John Bolton baru saja menerbitkan buku "The Room Where It Happened" dan menggambarkan Presiden AS itu sebagai pemimpin yang tidak memiliki kompetensi untuk menjabat sebagai presiden, jarang membaca apalagi mempelajari materi pengarahan tentang masalah keamanan nasional yang kompleks, dan mengagumi orang-orang pyang meragukan.

Bolton menyebut pertikaian internal di Gedung Putih sebagai bagian dari gaya manajerial Trump. "Saya pikir Trump sangat tidak percaya, tidak hanya pada birokrasi secara keseluruhan, tetapi bahkan pada pra stafnya sendiri."

"Dia masih belum sepenuhnya menghargai apa artinya menjadi presiden Amerika Serikat," tambah Bolton.

Iri kepada Putin

Ketika ditanya perihal kekaguman Trump terhadap para diktator, John Bolton mengatakan,:"Saya bukan ahli kejiwaan, saya tidak menganalisis perilaku orang." Tapi ia menceritakan bahwa "Trump, dalam hal tertentu, iri pada apa yang dimiliki Presiden Cina Xi Jinping dan pimpinan Rusia Vladimir Putin. Trump senang kalau bisa berbicara dengan para 'tokoh besar'.

“Apakah Trump takut dengan presiden Rusia?” tanya Tim Sebastian.

"Saya merasa dia (Trump) tidak takut padanya (Putin)," jawab John Bolton.

"Ada banyak yang perlu dikritik, tetapi ketika orang-orang melebihi apa yang mereka butuhkan untuk memberikan kritik, itu tidak memperkuat masalah terhadap Trump. Hal itu yang memberanikan para pendukungnya untuk mengatakan bahwa kita adalah korban konspirasi."

Apakah Trump memang berusaha mengintervensi proses pengadilan seperti yang ditulis John Bolton dalam bukunya? "Saya bukan seorang jaksa penuntut," kata Bolton, tetapi ia menambahkan bahwa dirinya telah melaporkan keputusan-keputusan janggal (yang diambil Trump) kepada Jaksa Agung dan penasihat hukum Gedung Putih.

John Bolton mengatakan semakin sedikit pejabat AS yang sekarang tidak setuju dengan Trump. "Jumlah orang di dalam pemerintahan yang bersedia menentang Trump pada sejumlah masalah telah berkurang dari waktu ke waktu."

Bolton mengatakan, dulu lebih mudah untuk mengeritik kebijakan presiden.

"Kewajiban orang yang bersumpah pada konstitusi, bukan untuk berhadapan dengan presiden dan membuat dirimu merasa baik dan berbudi luhur, tetapi lebih dari itu, dengan mencoba melakukan hal yang benar."

"Jika Anda tidak mau melakukan apa yang diperintahtan, hal yang harus dilakukan adalah mengundurkan diri," tambahnya.

Rusia bayar Taliban bunuh serdadu AS?

Tim Sebastian juga bertanya kepada Bolton apakah masuk akal bahwa Trump tidak mendapat pengarahan dari lembaga intelijennya bahwa mata-mata Rusia telah menawarkan hadiah kepada Taliban untuk membunuh tentara Amerika di Afghanistan.

"Mengejutkan bagi saya, bahwa itu tidak dijelaskan kepada presiden."

John Bolton menolak untuk membahas masalah intelijen AS, tetapi mengatakan dia tidak percaya bahwa Trump membaca laporan intelijen yang disiapkan untuknya.

"Selama 17 bulan saya di Gedung Putih, saya tidak pernah melihat bukti bahwa presiden membaca [laporan harian presiden]."

Bolton membantah klaim Gedung Putih bahwa Trump adalah "orang yang paling banyak memiliki informasi di planet Bumi."

"Terlepas dari apa yang dikatakan beberapa penasihat presiden, dia tidak mengonsumsi informasi intelijen sebanyak yang seharusnya."

Isu Korea Utara

Bolton mengatakan Trump tidak cukup mempersiapkan diri sebelum pertemuan tatap muka dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un dan hanya didorong oleh keinginannya untuk membuat semacam kesepakatan dengan Kim.

"Saya kira dia tidak mengerti apa yang dia lakukan. Saya pikir dia mengharapkan kesepakatan dengan Korea Utara mengenai program senjata nuklir. Saya kira dia tidak cukup mempelajari masalah ini."

"Akan lebih baik jika presiden membaca materi dan mempelajarinya lebih teliti," kata Bolton.

Mantan penasihat keamanan nasional itu mengaku telah mengusulkan agar Trump tidak mengikuti KTT Hanoi 2019 bersama Kim karena potensi kerusakan politik di AS atas kesepakatan 'buruk'.

"Dia tahu bahwa jika dia menerimanya, itu akan menghasilkan reaksi politik yang memuncak di Amerika Serikat."

Bolton mengatakan, fokus Trump pada kesepakatan tersebut salah. "Itu yang paling mengganggu saya, bahwa dia tidak mendekati Korea Utara atau banyak hal lain berdasarkan filosofi atau strategi besar atau kebijakan. Dia mendekatinya atas dasar apa yang secara politis bermanfaat baginya."

Sampai tahap tertentu, Bolton mengatakan bahwa (kesepakatan) itu diharapkan dari semua politisi, tetapi dengan Trump itu datang pada tingkat yang sama sekali berbeda.

"Perbedaannya dengan Trump adalah kualitatif. Ini bukan hanya sebuah faktor dalam pengambilan keputusan tentang masalah serius. Terkadang tampaknya bagi saya dia hanya memperhitungkan faktor kepentingan."

Kita hidup di dunia yang kejam

Ditanya tentang pembunuhan jurnalis Washington Post Jamal Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul tahun 2018 lalu, Bolton membela Trump.

"Presiden memutuskan bahwa dia akan mendukung Saudi ... karena pentingnya hubungan itu." Bolton mengatakan Putin telah memberitahunya bahwa Rusia siap untuk menjual senjata ke Arab Saudi, jika Amerika tidak mendukung (Saudi).

Tim Sebastian bertanya, jika yang penmting adalah bahwa AS dapat menjual lebih banyak senjata, apa artinya itu bagi orang-orang yang ditindas oleh rezim Saudi.

"Anda tidak selalu bisa memilih siapa sekutu Anda di bagian dunia yang sulit dan tidak stabil," kata Bolton. Dia menekankan bahwa tidak ada seorang pun di pemerintahan yang membela apa yang terjadi pada Khashoggi.

"Saya adalah penasihat keamanan nasional, bukan pembuat keputusan keamanan nasional."

Pagar pengaman pemakzulan

John Bolton yang berasal dari kubu Republik mengeritik Demokrat karena upaya pemakzulan Donald Trump yang gagal awal tahun ini.

Bolton menyebut strategi Demokrat yang fokus pada masalah bantuan keamanan ke Ukraina yang ditahan Trump  malah memperburuk situasi.

"Mereka menghilangkan pagar pengaman pemakzulan. Ini adalah kesalahan besar," katanya kepada Tim Sebastian.

"Cara mereka melakukan pemakzulan, dengan cara yang sangat partisan, pada dasarnya menjamin hasil yang partisan juga. Dan hasilnya adalah Senat membebaskan Trump."

"Cara utama Anda mencopot presiden adalah melalui pemilihan, bukan dengan pemakzulan," kata John Bolton.

"Kita akan melangsungkan pemilihan dalam empat bulan mendatang. Rakyat Amerika akan bersuara. Saya percaya penilaian mereka," pungkas Bolton.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×