kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Konsumsi dan belanja pemerintah masih jadi tumpuan


Kamis, 24 Agustus 2017 / 20:22 WIB
Konsumsi dan belanja pemerintah masih jadi tumpuan


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4% dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2018. Target tersebut akan dicapai melalui belanja pemerintah sebesar Rp 2.204 triliun.

Analis ekonomi dari Indosterling Capital William Henley mengatakan, target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan oleh pemerintah cukup realistis dan kredibel.

Namun demikian, tantangan-tantangan yang bakal dihadapi pemerintah tidaklah ringan. "Sejumlah faktor perlu dicermati para pemangku kepentingan," kata William, Kamis (24/8).

Ia menjelaskan, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi tak lepas dari kondisi global. Menurutnya, dari sisi global, kondisinya cukup kondusif.

Menurut Fitch Ratings misalnya, ekonomi global tahun depan diperkirakan tumbuh 3,1%. Perkiraan itu jauh lebih baik dibandingkan tahun ini yang hanya 2,7%.

Menurut William, faktor global cukup berpengaruh terhadap kinerja ekonomi Indonesia. Dampaknya bisa terlihat dari peningkatan permintaan komoditas ekspor andalan Indonesia, seperti minyak bumi maupun batubara yang kerap berkorelasi positif dengan kenaikan harga.

"Hal ini membuat daya beli masyarakat yang bergantung kepada komoditas-komoditas itu akan meningkat pula," jelasnya.

Tapi, kata dia, porsi terbesar dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi tetap berasal dari komponen konsumsi dan belanja pemerintah. Kalau hal tersebut bisa dikawal dan didorong, target 5,4% itu optimistis tercapai.

Dalam penghitungan pertumbuhan ekonomi, konsumsi rumah tangga masih menjadi tumpuan. Persentasenya mencapai lebih dari 55%. Sampai semester I 2017, konsumsi hanya bertumbuh 4,9% atau lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Pemerintah meyakini tahun depan konsumsi rumah tangga akan tumbuh di atas 5%. Menurut William, untuk mendukung keyakinan itu, pemerintah perlu mendukung peningkatan daya beli di kalangan 40% masyarakat terbawah dalam struktur ekonomi Indonesia.

Setelah terpukul lantaran pencabutan subsidi listrik, kelas ini jangan lagi dibebani dengan berbagai kenaikan harga komoditas. Utamanya komponen yang diatur pemerintah, seperti bahan bakar minyak maupun elpiji 3 kilogram.

"Iktikad pemerintah menambah alokasi belanja subsidi dalam RAPBN 2018 semoga bisa memitigasi potensi kenaikan harga komoditas seiring perbaikan harga di level global," ujarnya.

Selain konsumsi rumah tangga, harapan untuk mendorong pertumbuhan juga dialamatkan pada investasi dan ekspor. Tahun depan, kedua komponen ini diyakini akan tumbuh masing-masing di atas 6% dan 5%.

Khusus untuk investasi, pemerintah perlu mengupayakan agar investasi yang masuk bersifat padat karya, bukan padat modal seperti laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Caranya, menurut William, dengan memberikan insentif-insentif yang dibutuhkan. Sehingga, dengan demikian, tercipta lapangan kerja yang mumpuni.

Salah satu efek dari hal ini adalah peningkatan pendapatan masyarakat yang berujung pada perbaikan konsumsi. "Penting bagi pemerintah pusat maupun daerah merilis aturan investasi yang ramah," jelas William.

Ia berpendapat, jangan sampai regulasi yang dilansir hadir tanpa sosialisasi hingga menimbulkan kecemasan investor. Belum lagi pungutan liar yang masih saja menjadi keluhan dan penghambat. "Satgas Saber Pungli harus bekerja keras untuk ini," cetusnya.

Sedangkan untuk ekspor, perbaikan ekonomi global diharapkan akan membuat ekspor tumbuh di atas 5%. Minyak bumi, batu bara, maupun minyak kelapa sawit masih jadi andalan. Imbas perbaikan ekonomi global diharapkan juga mendongkrak ekspor tekstil maupun produk tekstil Indonesia.

"Setidaknya, proyeksi yang dibuat saat ini bisa menjadi gambaran bagi semua pihak dalam menatap 2018. Tahun yang disebut banyak pihak sebagai tahun politik," jelasnya.

Tak kalah pentingnya, lanjut dia, perlu bagi pemerintah untuk menjaga pertumbuhan ekonomi agar berkualitas dan berkeadilan. Kinerja ekonomi Indonesia yang berada di urutan ketiga di antara negara-negara G-20 jangan hanya dinikmati segelintir orang tapi bisa dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Berdasarkan hasil penelitian berbagai lembaga, pemerataan masih jauh dari harapan. Kekayaan masih dikuasai segelintir orang. Oxfam dan Infid bahkan mencatat harta empat orang terkaya di Indonesia setara dengan 100 juta orang miskin di Tanah Air.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×