Sumber: CNBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - SEOUL. Hubungan antara Korea Selatan dengan Korea Utara tampaknya semakin akrab. Pada Sabtu (10/2), pejabat tinggi Korsel mengungkapkan Pimpinan Korut Kim Jong Un mengundang Presiden Korsel Moon Jae-in untuk mengunjungi Prongyang "dalam waktu dekat". Jika pertemuan tersebut terjadi, ini akan menjadi pertemuan pimpinan dua Korea pertama dalam sepuluh tahun terakhir.
Setiap pertemuan yang terjadi akan merepresentasikan sebuah langkah diplomatik dari Moon, yang memegang tampuk kekuasaan sejak tahun lalu.
Undangan tersebut datang saat pembicaraan dan makan siang Moon dengan Kim Yo Jong, adik perempuan pemimpin Kim, di Gedung Biru presiden di Seoul.
"Kim Jong Un ingin bertemu Moon dalam waktu dekat," kata juru bicara Gedung Biru. Menurut pejabat tersebut, Moon menanggapinya dengan mengatakan 'mari ciptakan kondisi untuk mewujudkannya." Hal ini mengindikasikan bahwa Moon kemungkinan akan menerima undangan tersebut.
Kim Yo Jong tiba di Korsel pada Jumat dengan Kim Yong Nam, petinggi Korut, untuk upacara pembukaan Olimpiade Musim Dingin di kota resor pegunungan, Pyeongchang.
Keduanya berjabat tangan dengan Moon dan bersorak untuk atlet dari kedua negara yang berbaris di bawah satu bendera untuk pertama kalinya dalam satu dekade.
Beberapa pakar Korut percaya sanksi keras PBB untuk memangkas sebagian besar sumber pendapatan Utara yang terisolasi telah menambahkan tekanan pada Pyongyang sehingga menekan Korut untuk terlibat lebih jauh dengan Seoul.
"Saya pikir segala sesuatu yang berkaitan dengan Korsel ini ada kaitannya dengan sanksi, dan terkait dengan fakta bahwa jelas ada perbedaan yang muncul antara Washington dan Seoul merupakan tujuan yang paling diinginkan dalam jangka pendek," kata Andray Abrahamian, seorang peneliti di Pacific Forum CSIS di Hawaii.
"Warga Korut harus mengerti bahwa untuk pertemuan antar pemimpin atau pembicaraan serius apa pun terjadi, Moon harus bisa membawa sesuatu ke Washington -sesuatu yang membahas mengenai denuklirisasi," katanya.
Keinginan Moon untuk berhubungan baik dengan Korut berbeda dengan sekutunya, yakni Amerika Serikat. Wakil Presiden AS Mike Pence juga menghadiri upacara pembukaan Olimpiade namun tidak memiliki kontak dengan delegasi Korut.
Korea Utara dan Selatan secara teknis masih berperang setelah konflik 1950-53 berakhir dalam kesepakatan gencatan senjata, bukan sebuah perjanjian damai. Amerika Serikat bertempur dengan Korea Selatan dan mempertahankan puluhan ribu tentaranya dengan sebuah kesepakatan "yang sangat ketat" untuk melindungi sekutunya.
Sementara, Korea Utara telah menghabiskan waktu selama bertahun-tahun untuk terus mengembangkan militernya, dengan alasan hal itu sangat diperlukan untuk melindungi negara dari agresi AS.