kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,89   3,53   0.38%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengelola Portofolio di Tengah Ancaman Perang Dagang dan Situasi Politik Pasca Pemilu


Selasa, 11 Juni 2019 / 23:59 WIB
Mengelola Portofolio di Tengah Ancaman Perang Dagang dan Situasi Politik Pasca Pemilu

Reporter: Sponsored | Editor: Indah Sulistyorini

Ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina serta memanasnya situasi politik dalam negeri membawa pengaruh besar pada kondisi pasar finansial. Sentimen negatif yang datang bertubi-tubi membuat investor semakin dihantui kekhawatiran. Bank Indonesia sendiri mencatat, aliran modal asing yang keluar dari pasar saham mencapai Rp10 triliun selama 14 hari perdagangan di akhir Mei 2019.

Kondisi pasar memang sedang bergejolak. Indonesia masih merasakan dampak demonstrasi yang diwarnai kerusuhan usai pengumuman hasil pemilihan presiden lalu. Setelah aksi massa yang berujung ricuh pada 21 Mei 2019, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah 9 poin atau sekitar 0,15% ke 5.942,26 pada perdagangan hari selanjutnya. Posisi IHSG dalam beberapa bulan terakhir terus menurun. Sejak akhir Desember 2018 hingga 24 Mei 2019, IHSG menyusut sekitar 2,2%.

Ditambah lagi, tensi perang dagang antara Washington dan Beijing terus meruncing dan belum terlihat ujungnya. Hubungan kedua negara semakin buruk dan konfrontatif dengan saling berbalas menaikkan tarif produk impornya.

Di tengah kondisi pasar yang dikepung berbagai sentimen negatif, investor pun harus memikirkan ulang strategi pengelolaan portofolio agar tak mengalami kerugian lebih besar dalam jangka panjang.

Di bursa saham, kinerja berbagai perusahaan sektor riil, utamanya yang bergerak di bidang manufaktur dan ekspor impor perlu disorot. Sebab, sektor ini banyak terdampak perang dagang. Jika ketegangan antara dua penguasa ekonomi dunia itu terus berlanjut, bukan tak mungkin portofolio outflow dari emerging markets, termasuk Indonesia, terus terjadi.

Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani juga telah memberi sinyal bahwa kinerja ekspor Indonesia akan sulit diandalkan tahun ini. Perang dagang antara AS dan Cina pun diperkirakan tak akan usai dengan cepat.

Meski tak banyak dipengaruhi pergolakan pasar akibat perang dagang, sektor properti di Indonesia juga tak menunjukkan pertumbuhan menggembirakan. Harga tanah dan bahan baku yang kian tinggi membuat kenaikan harga properti makin tak terjangkau masyarakat.

Diperkirakan, permintaan pasar properti tak naik signifikan di 2019. Investor perlu mempertimbangkan apakah ingin agresif menambah portofolio properti tahun ini. Di tengah ketidakpastian seperti saat ini, strategi yang lebih baik adalah menambah atau mengalihkan portofolio ke instrumen yang lebih aman.

Salah satu sektor yang terbukti paling tahan terhadap gempuran krisis adalah sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Ketika terjadi krisis moneter di tahun 1997-1998, pertumbuhan ekonomi domestik dan global melambat. Namun, UMKM Indonesia tetap tumbuh.

Begitu juga di tahun 2015, saat pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 4,7%, sektor UMKM menjadi tulang punggung dan pelaku utama pertumbuhan ekonomi Tanah Air.

Sebagian besar dari sekitar 60 juta unit UMKM Indonesia masih mengalami kesulitan pembiayaan. Oleh karena itu, investasi di sektor ini perlu ditingkatkan untuk membantu pertumbuhan pelaku usaha mikro dan kecil. Harapannya, dapat meningkatkan kesejahteraan hidup, membuka lapangan pekerjaan baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional.

Di era kemajuan teknologi informasi saat ini, investasi sektor UMKM dapat dilakukan dengan sangat mudah. Pemberian pinjaman modal usaha bisa dilakukan secara online yaitu melalui platform-platform fintech yang melayani pendanaan dan pinjaman peer to peer.

Melalui platform semacam ini, investor di seluruh Indonesia dapat mendanai pinjaman usaha untuk pelaku UMKM secara praktis, mudah dan aman. Salah satu platform P2P yang memfasilitasi investasi pada pinjaman UMKM yaitu MEKAR (https://mekar.id).

Sektor pinjaman P2P atau yang juga dikenal dengan sebutan fintech lending memang terbilang baru di Indonesia. Namun, sektor ini terus berkembang pesat dan terbukti mampu berkontribusi pada perekonomian nasional. Otoritas Jasa Keuangan selaku regulator pun telah mengeluarkan payung hukum berupa POJK No. 77 tahun 2016 untuk melindungi pengguna layanan ini, baik peminjam maupun pemberi pinjaman atau investor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×