Reporter: Harris Hadinata | Editor: Harris Hadinata
JAKARTA. Tahun 2015 lalu bukanlah tahun yang baik bagi pasar private equity di dunia. Aksi merger dan akuisisi tertekan dampak penurunan harga minyak dunia, perlambatan ekonomi global, hingga fluktuasi kurs. Meski begitu, perusahaan konsultan Bain & Company mencatat, industri private equity di Asia Pasifik masih membukukan pertumbuhan yang dahsyat.
Berdasarkan Asia-Pacific Private Equity Report 2016 yang dirilis Bain & Company hari ini (1/4), nilai kesepakatan bisnis di Asia Pasifik naik 44% sepanjang tahun lalu. Total nilai transaksi merger dan akuisisi di kawasan ini mencapai US$ 125 miliar. Ini adalah total nilai deal bisnis tertinggi, bahkan mencapai dua kali lipat dari rata-rata transaksi selama lima tahun sebelumnya.
Selain itu, jumlah kesepakatan bisnis yang terjadi juga naik sekitar 34% dari tahun sebelumnya menjadi 955 kesepakatan. Ini adalah pertama kalinya jumlah kesepakatan bisnis di Asia Pasifik menembus angka 900.
Sebagian besar kesepakatan terjadi di China, Hong Kong dan Taiwan, atau yang kerap disebut Greater China. Nilai transaksi di kawasan ini melonjak 56% menjadi US$ 69 miliar.
Namun tahun ini, Bain & Company memprediksi pertumbuhan pasar private equity tidak akan sebesar tahun lalu. "Tahun lalu adalah tahun yang spesial untuk melakukan kesepakatan bisnis. Sebagai perbandingan, 2016 tampaknya akan lebih rendah," ujar Suvir Varma, Head of APAC Financial Investors Bain & Company, melalui rilis pers yang diterima KONTAN, hari ini (1/4).
Varma memprediksi, kondisi makroekonomi di kawasan Asia Pasifik akan mempengaruhi aksi merger dan akuisisi tahun ini. Menurut dia, investor akan lebih sulit mencari perusahaan yang bagus. Selain itu, private equity juga bakal kesulitan meningkatkan kinerja investasi mereka dan keluar dari investasi tersebut dengan membawa keuntungan besar.