kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.060.000   18.000   0,88%
  • USD/IDR 16.445   2,00   0,01%
  • IDX 7.867   -18,52   -0,23%
  • KOMPAS100 1.102   -2,88   -0,26%
  • LQ45 800   1,11   0,14%
  • ISSI 269   -0,86   -0,32%
  • IDX30 415   0,50   0,12%
  • IDXHIDIV20 482   1,02   0,21%
  • IDX80 121   -0,09   -0,07%
  • IDXV30 132   -1,13   -0,85%
  • IDXQ30 134   0,17   0,13%

Qualcomm kena kasus persaingan usaha di Korsel


Jumat, 30 Desember 2016 / 21:26 WIB
Qualcomm kena kasus persaingan usaha di Korsel


Reporter: Agung Hidayat | Editor: Yudho Winarto

SEOUL. Qualcomm Inc didenda 1,03 triliun Won (US$ 854 juta) atas kasus persaingan usaha tidak sehat di Korea Selatan. Korean Fair Trade Association (Asosiasi Peradilan Perdagangan Korea Selatan) mengatakan produsen chip asal Amerika itu telah terlibat dalam praktik bisnis yang tidak adil lewat penjualan lisensi paten dan modem chip-nya.

Qualcomm telah menyalahgunakan dominasinya di pasar chip. Namun, perusahaan yang berbasis di California ini menolak putusan itu dan mengatakan akan mengajukan banding di pengadilan.

Menurut Pemegang regulasi di Korea Selatan, Qualcomm membatasi bahkan menolak akses terhadap paten teknologi nirkabel (wireless) yang vital ke rivalnya di Korea, menghalangi penjualan ke perusahaan seperti Samsung.

"Kami menyelidiki dan memutuskan tindakan ini karena tindakan Qualcomm yang membatasi kompetisi," ujar Sekjen KFTC Shin Young-Son seperti yang dilansir BBC (28/12).

Pemegang Regulasi juga telah memerintahkan Qualcomm untuk menegosiasikan kesepakatan dengan mitranya jika diminta. Perusahaan Qualcomm mengatakan akan mengajukan banding di pengadilan tinggi Seoul terkait jumlah denda yang dijatuhkan Pemegang Regulasi Korea Selatan.

Asal tahu saja, Qualcomm telah mendapatkan pengawasan atas praktik bisnisnya di negara-negara lain. Tahun lalu, perusahaan ini setuju membayar denda US$ 975 juta di China menyusul penyelidikan di negara tirai bambu tersebut.

Sementara, Uni Eropa menuduh perusahaan ini anti persaingan. Pemerintah AS dan Taiwan juga tengah turut menyelidiki perusahaan ini.




TERBARU

[X]
×