kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ramai aksi korporasi, 2019 jadi tahun konsolidasi perbankan


Kamis, 04 April 2019 / 16:19 WIB
Ramai aksi korporasi, 2019 jadi tahun konsolidasi perbankan


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun ini ada sejumlah bank yang berniat melakukan aksi korporasi guna memperluas cakupan bisnis. Ambil contoh dua bank besar Tanah Air yaitu PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang berniat mencaplok bank untuk melengkapi lini bisnis layanan perbankan.

Merujuk pemberitaan Kontan.co.id (18/3) lalu, Bank Mandiri mengakui kalau pihaknya tengah mengkaji rencana akuisisi bank menengah. Sebabnya, menurut Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo pihaknya memiliki ekses likuiditas mencapai Rp 30 triliun. Ia juga menyebut tengah membidik dua bank menengah yang dinilai potensial.

"Bank Mandiri memang punya ekses likuiditas Rp 30 triliun. Kalau ada bank yang size-nya besar dijual di Indonesia, tentu kita akan lihat," katanya. Belakangan pula, santer dikabarkan kalau bank berlogo pita emas ini sedang menyasar PT Bank Permata Tbk (BNLI), namun sampai saat ini kedua belah pihak belum mengonfirmasi hal tersebut.

Di lain pihak, BCA dirumorkan sedang melakukan proses akuisisi terhadap bank kecil di Indonesia alias kategori bank umum kelompok usaha (BUKU) I dengan modal inti di bawah Rp 1 triliun. Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja pada pertengahan Februari lalu juga mengisyaratkan kalau bank tersebut bukan merupakan perusahaan terbuka.

Nama bank kecil yang ramai dikabarkan akan dicaplok BCA yaitu PT Bank Royal Indonesia. Pun, Bank Royal memang selaras dengan acuan yang ditetapkan oleh BCA.

Selain Mandiri dan BCA, ada pula beberapa rencana aksi korporasi perbankan yang rencananya diselenggarakan tahun ini. Misalnya saja terkait rencana divestasi saham Austalia and New Zealand Banking (ANZ) di PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN).

Rencana ini sudah digaungkan oleh pihak ANZ sejak tahun 2013 silam, sebagai langkah untuk memenuhi ketentuan kepemilikan tunggal bank (single presence policy/SPP). Lantaran ANZ juga memiliki 99% saham di PT Bank ANZ Indonesia, sementara saham di Bank Panin sebesar 38,82% alias melebihi peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar 25%.

Menanggapi maraknya aksi konsolidasi perbankan di tahun ini, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana bilang kalau pihaknya tetap akan mendukung rencana tersebut. Mengenai ANZ dan Bank Panin, Hery mengatakan pihaknya memberikan dua opsi kepada ANZ yaitu menjadi pemegang saham pengendali atau menjual saham di Bank Panin hingga ke batas bawah.

Sementara untuk rencana akuisisi perbankan oleh Bank Mandiri dan BCA, OJK selaku pengawas masih memantau kajian masing-masing bank. Menurutnya, saat ini kedua rencana tersebut masih bergulir lantaran pihak bank harus terlebih dahulu melakukan proses tahapan.

"(Mandiri) belum bicara sama kita. BCA masih on progress. Bisa tanyakan langsung, mereka masih harus RUPS (rapat umum pemegang saham) dan due diligence," tegasnya di Jakarta, Selasa (2/2) lalu.

Heru juga menyebut salah satu rencana konsolidasi bank yang akan rampung dalam waktu dekat yaitu merger antara PT Bank Dinar Indonesia Tbk (DNAR) dan PT Bank Oke Indonesia. Kedua bank ini memang direncanakan akan merampungkan merger di Semester I 2019 pasca mendapatkan pernyataan efektif dari OJK pada tanggal 8 Maret 2019.

Ada pula dua investor lain menyatakan niat untuk masuk ke saham perbankan Tanah Air. Pertama yaitu masuknya LINE Corporation melalui anak usahanya, LINE Financial Asia lewat akuisisi 20% saham di PT Bank KEB Hana Indonesia.

Akhir tahun lalu, LINE Financial Asia akan secara resmi melakukan finalisasi perjanjian dengan Bank KEB Hana setelah menerima persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan. Mereka segera mempersiapkan peluncuran layanan perbankan digital yang diperkirakan tersedia di tahun 2019.

Kedua, masuknya perusahaan teknologi finansial (tekfin) Akulaku ke saham PT Bank Yudha Bhakti Tbk dengan kepemilikan 8,9%. Menurut pemberitaan Kontan.co.id (15/3) Akulaku juga berkomitmen untuk berinvestasi di BBYB hingga Rp 500 miliar ke depan yang dibagi menjadi beberapa tahap, salah satunya dengan menjadi pembeli siaga dalam rights issue BBYB di bulan Mei 2019 mendatang.

Menurut pengakuan Heru, OJK perbankan belum menerima keterangan dari dua perusahaan tersebut. Mengenai aturan boleh tidaknya sebuah perusahaan tekfin atau fintech memiliki bank, Heru mengaku masih akan melakukan pengkajian.

"Akulaku belum bicara ke kita (OJK). Belum datang. Nanti kita lihat (aturannya) kalau sudah ada kepastian, kami akan kasih tahu," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×