kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

RI kalah di WTO terkait pembatasan impor pertanian


Jumat, 23 Desember 2016 / 18:09 WIB
RI kalah di WTO terkait pembatasan impor pertanian


Reporter: Handoyo | Editor: Adi Wikanto

JAKARTA. Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) memenangkan gugatan Amerika Serikat (AS) dan Selandia Baru terkait hambatan impor yang diterapkan Indonesia terhadap produk makanan termasuk daging sapi dan unggas.

Mengutip Reuters, setidaknya ada 18 aturan yang menghambat impor produk hortikultura, hewan dan produk hewan. Beberapa produk yang dilakukan pembatasan itu antara lain apel, anggur, kentang, bawang, bunga, jus, buah kering, sapi, ayam dan daging sapi.

Ketentuan itu dinilai tidak sesuai dengan aturan Persetujuan Umum tentang Tarif dan Perdagangan (GATT) dari WTO sebelumnya. Arbiter mendesak Indonesia untuk membawa kasus ini melalui proses yang sesuai. Semua pihak memiliki waktu 60 hari untuk mengajukan banding dari keputusan tersebut.

Menanggapi keputusan tersebut, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan bila pemerintah akan melakukan banding atas keputusan tersebut. "Kami susun dulu (materi) untuk disampaikan dalam proses banding," kata Enggartiasto, Jumat (23/12).

Menurut Mendag, pemerintah Indonesia sudah melakukan perbaikan-perbaikan dalam kebijakan importasi yang masuk dalam paket deregulasi selama ini. Sehingga kebijakan pemerintah yang dituduhkan pada tahun 2011 sudah berubah.

Mendag menambahkan, Pemerintah Selandia Baru juga menyatakan bila hubungan perdagangan kedua negara akan tetap berlanjut pasca keputusan WTO itu. Indonesia-Selandia baru berkomitmen untuk meningkatkan nilai perdagangan.

Ketua Dewan Hortikultura Nasional (DHN) Benny Kusbini mengatakan, kekalahan pemerintah Indonesia di WTO berpotensi membuat impor produk hortikultura semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam proses banding, pemerintah harus bekerja keras dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan agar argumen yang digunakan dapat diterima.

Menurut Benny, proteksi terhadap produk lokal sangat dibutuhkan. Bahkan di negara-negara maju sekalipun, proteksi terhadap produk sangat banyak. "Kita tidak ingin buah-buahan asli Indonesia hilang digantikan dengan buah impor," kata Benny.

Pemerintah juga diharapkan aktif dalam melakukan promosi terhadap produk hortikultura lokal, sehingga minat masyarakat untuk mengkonsumsi tinggi. Rasa kebangaan terhadap produk lokal harus ditanamkan kepada masyarakat.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) Thomas Sembiring mengatakan, bila keputusan WTO itu tidak akan memberikan dampak terhadap kinerja impor daging sapi yang dilakukan. "Saat ini sudah banyak perubahan dalam proses impor, tidak ada batasan lagi," ujar Thomas.

Mengutip data Kementerian Perdagangan (Kemdag) total nilai perdagangan Indonesia dan AS pada periode Januari-Oktober 2016 tercatat sebesar US$ 19,26 miliar. Sedangkan untuk total perdagangan Indonesia-Selandia baru untuk periode Januari-Oktober tercatat US$ 832,4 juta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×