Sumber: CNBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
MOSCOW. Langkah Amerika Serikat (AS) menjatuhkan pesawat tempur pemerintah Suriah pada pekan ini menandai kian memuncaknya konflik panjang Suriah. Di sisi lain, Senin (19/6) kemarin, Rusia mengumumkan pesawat AS di kawasan Suriah menjadi 'target' yang sah untuk dijatuhkan.
"Sudah sangat jelas Rusia tidak menyukai hal ini dan mereka bisa lolos dengan menopang rezim yang benar-benar barbar di Suriah untuk waktu yang sangat lama," kata Nile Gardiner, direktur dan analis urusan luar negeri dari Margaret Thatcher Center for Freedom at the Heritage Foundation.
Gardiner berpendapat, satu-satunya bahasa yang dimengerti oleh Rusia adalah 'kekuatan dan selesaikan'. Dia juga menambahkan, Rusia memangsa kelemahan dan sifat ragu-ragu.
"Sehingga, aksi militer teranyar ini mengirimkan pesan yang tepat kepada Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa saat ini kondisi Suriah bukan lagi status quo dan semua hal akan mengalami perubahan," jelas Gardiner.
Pada saat yang bersamaan, Senator AS John McCain, menuliskan tweet bahwa ancaman Rusia benar-benar memalukan dan AS harus mengambil langkah-langkah penting untuk melindungi anggota dan partner mereka.
Sebelumnya, Pentagon membela aksi penembakan pesawat jet Suriah oleh F/A-18E Super Hornet AS. Pentagon menjelaskan bahwa jet tempur SU-22 milik rezim Assad berencana menjatuhkan bom dekat angkatan militer Demokratis Suriah (SDF). Ini merupakan aliansi Arab-Kurdi yang memilih untuk berkoalisi dengan AS dalam memberantas Islamic State.
SDF telah berupaya memukul mundur militan ISIS dari Raqqa. Dengan sokongan dari Moscow, Presiden Bashar Assad telah menargetkan kelompok-kelompok di Suriah yang dia pandang sebagai ancaman terhadap rezim, termasuk SDF.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Rusia mengatakan, "Penembakan jatuh jet tempur di langit Suriah merupakan pelanggaran kedaulatan Suriah."
Dia juga menambahkan, semua pesawat -termasuk pesawat komersil dan drone milik koalisi internasional, yang terdeteksi di bagian barat area operasional di Sungai Euphrates oleh militer Rusia akan diikuti oleh pertahanan udara Rusia yang berbasis di darat dan udara sebagai target.