Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - LONDON. Menurut salah satu pencipta vaksin Oxford-AstraZeneca, pandemi di masa depan bisa lebih mematikan daripada COVID-19. Sehingga, pelajaran yang dipetik dari wabah tersebut tidak boleh disia-siakan dan dunia harus memastikannya siap untuk serangan virus berikutnya.
Mengutip Reuters yang melansir data Universitas Johns Hopkins, virus corona baru telah menewaskan 5,26 juta orang di seluruh dunia, menghapus triliunan dolar dalam output ekonomi dan membalikkan kehidupan bagi miliaran orang.
"Yang benar adalah, yang berikutnya bisa lebih buruk. Bisa lebih menular, atau lebih mematikan, atau keduanya," kata Sarah Gilbert dalam Richard Dimbleby Lecture, BBC melaporkan. "Ini bukan kali terakhir virus mengancam hidup dan mata pencaharian kita."
Gilbert, seorang profesor vaksinologi di Universitas Oxford, mengatakan dunia harus memastikan lebih siap menghadapi virus berikutnya.
Baca Juga: Alhamdulillah, 53 daerah ini sudah bebas Covid-19, berikut daftarnya
“Kemajuan yang telah kita buat, dan pengetahuan yang telah kita peroleh, tidak boleh hilang,” katanya.
Upaya untuk mengakhiri pandemi COVID-19 tidak merata dan terfragmentasi, ditandai dengan akses terbatas ke vaksin di negara-negara berpenghasilan rendah. Sementara di negara-negara kaya, masyarakat bahkan mendapatkan booster, kata para ahli kesehatan.
Sebuah panel ahli kesehatan yang dibentuk oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk meninjau penanganan pandemi SARS-CoV-2 telah menyerukan pendanaan permanen dan kemampuan yang lebih besar untuk menyelidiki pandemi melalui perjanjian baru.
Baca Juga: UPDATE Corona Indonesia, 7 Desember: Tambah 261 kasus baru, prokes jangan kendor
Salah satu proposal yang diajukan adalah untuk pembiayaan baru setidaknya US$ 10 miliar per tahun untuk kesiapsiagaan pandemi.
Wabah COVID-19 pertama kali terdeteksi di China pada akhir 2019. Vaksin dikembangkan untuk melawan virus dalam waktu singkat.
Gilbert mengatakan protein lonjakan varian Omicron mengandung mutasi yang diketahui meningkatkan penularan virus.
"Ada perubahan tambahan yang mungkin berarti antibodi yang diinduksi oleh vaksin, atau oleh infeksi varian lain, mungkin kurang efektif dalam mencegah infeksi Omicron," kata Gilbert.
"Sampai kita tahu lebih banyak, kita harus berhati-hati, dan mengambil langkah untuk memperlambat penyebaran varian baru ini."