kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Tapering, apakah Indonesia-India mampu bertahan?


Rabu, 04 Desember 2013 / 12:48 WIB
Tapering, apakah Indonesia-India mampu bertahan?
ILUSTRASI. Promo Sociolla 19-24 Juli 2022


Sumber: CNBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Isu pemangkasan nilai stimulus (tapering off) oleh the Federal Reserve kembali mengemuka. Hal ini lantaran proses pemulihan ekonomi AS kian menunjukkan tanda-tanda positif.

Namun, langkah the Fed ini dikhawatirkan akan memukul perekonomian negara-negara berkembang alias emerging market. Pasalnya, selama ini, arus dana asing dari Negeri Paman Sam itu banyak yang mengalir ke emerging market. Nah, jika tapering dilakukan, sudah pasti arus dana asing ke emerging market akan ikut terpangkas.

Mampukah ekonomi emerging market bertahan?

Sejumlah analis asing optimistis, perekonomian emerging market akan mampu bertahan jika the Fed benar-benar melakukan tapering off dalam waktu dekat. Mereka beralasan, sejumlah data ekonomi yang baru saja dirilis dari sejumlah emerging market lebih baik dari yang diprediksi sebelumnya.

Dua contohnya adalah Indonesia dan India. Pada awal tahun ini, kepanikan akan dilakukannya tapering off the Fed memukul perekonomian Indonesia dan India, yang memang mencatatkan pembengkakan pada defisit neraca perdagangan. Selain itu, pada periode akhir Mei hingga akhir Agustus, indeks acuan saham India anjlok 13%. Bahkan, pada periode yang sama, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) amblas 26%.

Nah, pada pekan ini, Indonesia merilis adanya surplus neraca perdagangan sebesar US$ 42 juta pada Oktober. Angka ini jauh lebih besar dari prediksi analis yang memperkirakan terjadinya defisit senilai US$ 775 juta. Sementara, India melaporkan penurunan defisit yang cukup dramatis menjadi US$ 5,2 miliar pada periode Juli-September atau 1,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut turun dari posisi defisit sebelumnya yang mencapai US$ 21,8 miliar atau 5% pada periode yang sama tahun lalu.

"Saya rasa kedua negara akan baik-baik saja. Posisi ekonomi mereka jauh lebih baik dari kondisi Mei lalu. Namun, saat ini masih terlalu dini untuk mengambil kesimpulan apakah kedua negara ini bisa bertahan dari tapering off atau sebaliknya," jelas Fredreic Neumann, co-head of Asian economics research HSBC.

Neumann bilang, investor masih gugup dengan tekanan terhadap negara-negara yang memiliki posisi perdagangan yang lemah.

"Dalam jangka pendek, cukup mudah untuk menekan impor dan menciptakan neraca perdagangan yang seimbang dalam pembukuan. Ujian sebenarnya yang akan terjadi adalah saat di mana tingkat impor kembali naik. Pada akhirnya, banyak negara emerging harus memperbaiki posisi perdagangan eksternal mereka. Belum jelas kebijakan apa yang sudah diambil pemerintah setempat," tambahnya.

Langkah bank sentral dinilai tepat

Bank sentral Indonesia dan India sudah mengambil sejumlah kebijakan untuk mengerek pasar domestik sejak isu tapering the Fed mengemuka pada Mei lalu.

Bank Indonesia, misalnya, sudah menaikkan suku bunga acuannya sebesar 175 basis poin sejak saar itu. Tujuannya untuk mengangkat nilai tukar rupiah dan menarik lebih banyak investor asing.

Di sisi lain, the Reserve Bank of India sudah mengambil langkah-langkah strategis untuk memangkas impor tidak penting seperti emas. India juga mendapatkan keuntungan dari stabilnya pergerakan rupe, yang pada akhirnya berhasil menarik investor asing untuk menanamkan investasinya di pasar.

Prakriti Sofat, regional economist Barclays Capital menilai, India lebih baik dari Indonesia dalam menangani permasalahan ekonomi di negaranya. "Secara keseluruhan, kami percaya bahwa kondisi Indonesia lebih rentan dibanding India terkait isu tapering the Fed," jelasnya.

Berdasarkan hasil riset Barclays, defisit neraca perdagangan Indonesia saat ini masih sangat tinggi yakni 3,8% dari PDB dan diprediksi 3% pada tahun depan.

Sedangkan untuk India, dia memprediksi defisit neraca perdagangan Indoa akan turun dari 4,8% pada tahun fiskal 2014 menjadi 2,6% dari PDB pada tahun fiskal berikutnya.

Analis Tim Condon, head of research Asia ING Financial menambahkan, ekonomi India dan Indonesia tidak akan terpuruk jika the Fed melakukan tapering.

"Dua negara ini menangani perlambatan ekonomi mereka dengan cukup baik. Bank sentral kedua negara melakukan langkah fantastis selama ini," jelas Condon.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×