Sumber: Reuters | Editor: Harris Hadinata
KUALA LUMPUR. Uni Eropa kemungkinan besar akan memangkas impor biofuel berbahan sawit asal Indonesia. Hal ini dilakukan untuk melindungi industri biofuel di kawasan tersebut.
Petinggi Uni Eropa menilai harga biofuel sawit asal Indonesia saat ini jadi sangat murah lantaran ada pemangkasan pajak. "Uni Eropa mendukung peningkatan kapasitas produksi lokal yang masih di bawah utilisasi dan tidak akan bisa bertahan kalau pesaing dari luar negeri tidak bisa dijauhkan dari pasar," kata Fredrik Erixon, Direktur European Centre for International Political Economy.
Belakangan ini, produsen biodiesel di Asia Tenggara dan Amerika memang beramai-ramai menyasar pasar energi terbarukan di Eropa. Pasalnya, permintaan di kawasan ini meningkat tajam berkat meningkatkan kesadaran akan pemanasan global dan semakin terbatasnya cadangan minyak bumi.
Harga biodiesel dari Indonesia dan Malaysia saat ini lebih rendah sekitar 22% dari biodiesel produksi Eropa yang dihargai US$ 1.490 per ton. Erixon, yang juga penasihat bagi petinggi Uni Eropa, mengatakan otoritas di kawasan Eropa tersebut kemungkinan akan mengubah ketentuan impor biodiesel di kawasan tersebut. Ia mengakui, Indonesia dan Malaysia bakal menganggap kebijakan ini sebagai diskriminasi.
Sekadar informasi, Indonesia menetapkan pajak ekspor untuk biofuel berbahan baku sawit di tingkat yang lebih rendah ketimbang pajak untuk ekspor CPO. Hal ini mendorong produsen sawit beramai-ramai memproduksi biofuel dan memasarkannya ke Eropa.
Kebijakan membatasi ekspor biodiesel dari Indonesia lahir setelah otoritas perdagangan Uni Eropa berniat melakukan investigasi apakah eksportir bioethanol asal Amerika mendapatkan subsidi dari pemerintah AS, sehingga bisa menjual produk dengan harga lebih murah di Eropa. Para pengusaha biofuel Eropa memang mengajukan komplain bahwa eksportir AS melakukan kecurangan dalam penetapan harga biodiesel.