Sumber: DW.com | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berlokasi di pegunungan tinggi Swiss, resor Bürgenstock menjadi lokasi para pemimpin, menteri, dan utusan dari 90 negara lebih, berkumpul melakukan pembicaraan pertama mengenai perdamaian di Ukraina.
Tuan rumah, Swiss, mengatakan mereka berharap bisa meletakkan fondasi bagi perundingan di masa depan, dan melangkah maju dalam jalan panjang menuju perdamaian.
Namun, Rusia tidak diundang, tapi juga tidak menunjukkan minat untuk hadir, sehingga mendorong sekutunya, Cina, untuk memboikot perundingan.
Baca Juga: Kapan Indonesia Masuk Musim Kemarau? Ini Penjelasan BMKG
Ketika perundingan dimulai, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskky, menekankan bahwa persitiwa bersejarah sedang terjadi. Mengumpulkan lebih dari 50 pemimpin dunia untuk membicarakan perdamaian di Ukraina bukanlah hal yang mudah. Apalagi, mendapatkan keterwakilan dari puluhan negara lain yang mencakup semua benua, bahkan lebih sulit lagi.
Pertemuan ini merupakan hasil dari diplomasi yang melelahkan selama berbulan-bulan, dan tetap berlangsung meski ada 'serangan politik' dari Rusia yang bertujuan merendahkan pertemuan tersebut.
Perundingan selama dua hari itu melibatkan negara-negara yang biasanya tidak ikut dalam pertemuan para pendukung Kyiv. Hal ini dinilai sebagai sebuah langkah untuk menjauhkan diri dari tuduhan yang sering dilontarkan terhadap negara-negara Barat.
Baca Juga: Temui Zelenskiy, Erdogan Tawarkan jadi Penengah Perundingan Damai Ukraina - Rusia
Presiden Kenya misalnya, mengutuk Moskow, tetapi juga meminta "semua pihak yang terlibat perang” untuk "melunakkan posisi mereka.” Sementara, menteri luar negeri Arab Saudi berbicara tentang "kompromi yang sulit” di masa depan.
Daftar undangan yang luas ini juga berarti bahwa perpecahan antara pendukung Ukraina dan pemain kunci di Afrika, Asia, dan Amerika Latin, tampak di pegunungan Swiss.
Integritas teritorial Ukraina didukung puluhan negara
Perundingan ini mencapai puncaknya dengan sebuah pernyataan yang mendapat dukungan dari sekitar 80 negara, termasuk seluruh anggota Uni Eropa (UE), Amerika Serikat (AS), Ghana, Kenya, Argentina, Kolombia, Filipina, Qatar, dan Guatemala.
"Perang yang sedang berlangsung antara Federasi Rusia melawan Ukraina terus menyebabkan penderitaan dan kehancuran berskala besar bagi manusia, dan menciptakan risiko dan krisis yang berdampak secara global bagi dunia,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
"Kami menegaskan kembali komitmen kami untuk menahan diri dari ancaman atau penggunaan kekuatan terhadap integritas wilayah atau kemerdekaan politik negara mana pun, prinsip kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah semua negara, termasuk Ukraina.”
Indonesia menolak menandatangani pernyataan
Negara-negara besar seperti India, Afrika Selatan, Indonesia, dan Meksiko, termasuk di antara beberapa negara yang memilih untuk tidak mendukung naskah final pernyataan tersebut. Negara-negara tersebut telah menunjukkan sikap enggan dengan hanya mengirimkan utusan setara diplomat atau menteri, bukan pemimpin mereka, ke Swiss.
Ukraina: KTT bukti dukungan internasional "tak melemah”
Zelenskyy membantah bahwa dirinya kecewa karena beberapa negara seperti Indonesia menolak menandatangani pernyataan KTT tersebut. Menurutnya, fakta bahwa sejumlah besar negara ikut serta justru merupakan sebuah "kesuksesan besar.” "KTT ini menunjukkan bahwa dukungan internasional tidak melemah. Dukungan itu kuat,” katanya kepada wartawan pada Minggu (16/06).
Akan ada KTT lanjutan?
Namun, ada satu pertanyaan kunci yang masih tersisa, kata Presiden Swiss Viola Amherd. "Bagaimana dan kapan Rusia dapat diikutsertakan dalam proses tersebut?”