Sumber: The Straits Times | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - BRASILIA. Brasil terpaksa menghentikan ekspor daging sapinya ke China pada hari Kamis (23/2) setelah menemukan kasus penyakit sapi gila di dalam negeri.
Menteri Pertanian Carlos Favaro mengatakan bahwa para ahli percaya penyakit yang ditemukan merupakan varian yang kurang berbahaya.
"Kasus tersebut telah diidentifikasi pada seekor hewan jantan berusia sembilan tahun di sebuah peternakan kecil di negara bagian Para di utara," kata Favaro.
Favaro juga menyampaikan bahwa sampel telah dikirim ke Organisasi Kesehatan Hewan Dunia di Kanada untuk pengujian.
Baca Juga: Indonesia Gugat Balik Uni Eropa Soal Baja Putih ke WTO
Mengutip The Straits Times, ekspor ke China secara otomatis ditangguhkan berdasarkan kesepakatan antara kedua negara jika regulator mendeteksi penyakit yang secara ilmiah disebut bovine spongiform encephalopathy (BSE).
BSE terkait dengan penyakit Creutzfeldt-Jakob jika daging yang terkontaminasi dimakan. Varian atipikal secara sporadis terjadi pada sapi yang lebih tua.
Bentuk umumnya menyebar ketika peternak memberi makan ternak mereka dengan daging dan tepung tulang dari hewan yang terinfeksi. Bentuk umum ini lebih berbahaya bagi manusia.
Favaro mengatakan bahwa peternakan di mana kasus sapi gila ditemukan memelihara sapi yang diberi makan rumput, sehingga kemungkinan kasusnya tidak biasa.
Baca Juga: China Melampaui AS dalam Produksi Kapal Perang, Amerika Ketar-ketir
"Mengingat karakteristik, pengalaman masa lalu dari sistem pemantauan kami, dan cara hewan ini dibesarkan, kemungkinan besar kasus ini tidak biasa, disebabkan oleh penuaan," katanya kepada radio CBN.
Favaro mengatakan peternakan tersebut telah dikarantina. Hewan terkait juga disembelih dan dibakar.
Brasil merupakan produsen daging sapi terbesar di dunia. Brasil mengekspor 2,3 juta ton daging sapi pada tahun 2022, senilai total US$13,1 miliar.
Lebih dari setengah ekspornya menuju China, pelanggan daging sapi terbesar bagi Brasil.
Kasus sapi gila di tahun 2021 telah merugikan industri daging sapi Brasil. Saat itu harga saham di perusahaan pemrosesan daging top Brasil anjlok.
