Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - SHANGHAI. Bursa saham dan bank sentral China berjuang keras untuk mempertahankan yuan yang jatuh dan pasar saham yang anjlok pada hari Senin (6/1). Otoritas mencoba menenangkan investor yang khawatir tentang kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih dan kemampuan Beijing untuk menghidupkan kembali ekonomi.
Dengan dua minggu sebelum Trump memulai masa jabatan kedua presiden Amerika Serikat (AS), ancamannya akan tarif besar pada impor China telah mengguncang yuan. Hal ini mendorong imbal hasil obligasi China turun dan membuat saham mengalami awal yang sulit pada tahun 2025.
Pada hari Senin, yuan China yang dikontrol ketat melemah ke level terendah dalam 16 bulan. Sementara indeks saham unggulan menyentuh level terlemahnya sejak akhir September, turun sebanyak 0,8%. Indeks turun 5% minggu lalu untuk mencatat kerugian mingguan terbesarnya dalam lebih dari dua tahun.
Bursa saham Shanghai dan Shenzhen baru-baru ini mengadakan pertemuan dengan lembaga asing. Kedua bursa meyakinkan investor bahwa mereka akan terus membuka pasar modal China.
Baca Juga: EMERGING MARKETS: Saham dan Mata Uang Menguat Saat Dolar AS Melemah
Bank Rakyat China dapat menerbitkan lebih banyak uang yuan di Hong Kong pada bulan Januari, outlet berita milik negara Yicai melaporkan pada hari Senin, sebagai tanda bahwa otoritas ingin menyerap mata uang untuk meredam spekulasi. Financial News, sebuah publikasi bank sentral, mengatakan PBOC memiliki alat dan pengalaman untuk bereaksi terhadap depresiasi yuan.
"Keputusan untuk membiarkan yuan melemah minggu lalu telah meningkatkan kekhawatiran tentang arus keluar modal, yang selanjutnya meredam sentimen investor," kata Charu Chanana, kepala strategi investasi di Saxo seperti dikutip Reuters.
"Mencegah penurunan tajam yuan akan menjadi penting bagi pemulihan China. Setiap pemulihan taktis tahun ini akan membutuhkan lebih dari sekadar langkah-langkah stimulus, terutama apakah China dapat menegosiasikan kesepakatan dengan Presiden terpilih Trump," imbuh dia.
Negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia telah berjuang selama beberapa tahun terakhir karena penurunan properti dan pendapatan yang melambat melemahkan permintaan konsumen dan merugikan bisnis. Ekspor merupakan salah satu dari sedikit titik terang, tetapi dapat menghadapi tarif AS yang besar di bawah pemerintahan Trump kedua.
S&P 500 telah naik 4% sementara indeks CSI300 China telah turun 4,3% sejak pemilihan AS, yang menyoroti kekhawatiran seputar tarif. Saham Eropa datar dalam periode yang sama.
Baca Juga: IHSG Anjlok 1,17%, Ada Jual Bersih Asing Rp 923 Miliar pada Senin (6/1)
TEKANAN YUAN
Pemerintah China telah memperkenalkan berbagai langkah dukungan sejak September untuk menopang kepercayaan investor. Langkan ini termasuk skema swap dan pinjaman ulang senilai total 800 miliar yuan ($109 miliar).
Yuan telah secara rutin mencapai posisi terendah multi-bulan sejak Trump memenangkan pemilihan AS pada awal November. Ancaman tarif bersama dengan kekhawatiran tentang pemulihan ekonomi China yang lamban memicu arus keluar modal.
Yuan spot mencapai 7,3237 per dolar AS pada hari Senin (6/1). Ini adalah level terlemah yuan sejak September 2023, setelah menembus ambang batas utama 7,3 per dolar untuk pertama kalinya sejak 2023 pada hari Jumat.
Yuan turun 2,8% terhadap dolar pada tahun 2024, penurunan tahunan ketiga berturut-turut. Penurunan beruntun ini mencerminkan kesulitan sebagian besar mata uang terhadap dolar yang kuat.
Baca Juga: Emiten Teknologi Bakal Unjuk Gigi di 2025, Cek Rekomendasi Sahamnya
Meskipun China berupaya menghentikan penurunan yuan melalui patokan harian yang ditetapkannya, penurunan imbal hasil domestik dan penguatan dolar secara luas telah melemahkan upaya mereka.
Bank sentral pada hari Jumat memperingatkan fund manager agar tidak mendorong imbal hasil obligasi lebih rendah lagi. Apalagi tengah ada kekhawatiran bahwa gelembung obligasi dapat menghambat upaya pemerintah China untuk menghidupkan kembali pertumbuhan dan mengelola yuan.
Sebagai tanda pelemahan ekonomi dan tekanan deflasi yang mengakar kuat, imbal hasil obligasi hingga tenor 3 tahun diperdagangkan di bawah suku bunga kebijakan jangka pendek, suku bunga repo 7 hari sebesar 1,75%. Imbal hasil jangka panjang berada pada rekor terendah.
"Sementara pejabat China telah menjanjikan stimulus lebih lanjut, yang menandakan pelonggaran moneter dan fiskal yang lebih besar, investor menunggu tanda-tanda konkret bahwa permintaan merespons," kata kepala ekonom Asia HSBC Fred Neumann.
"Setelah banyak pasang surut selama setahun terakhir, bukti yang lebih besar diperlukan bahwa ekonomi China merespons langkah-langkah stabilisasi," kata Neumann.
Ujian utama untuk kepercayaan konsumen adalah perayaan Tahun Baru Imlek yang akan datang, yang dimulai pada 29 Januari, katanya.