Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah lonjakan infeksi virus Covid-19 di Negeri Tirai Bambu, China mencatat hampir 60.000 orang meninggal akibat Covid-19 dalam rentang waktu sebulan.
Seperti dilansir Bloomberg pada Sabtu (14/1), Komisi Kesehatan Nasional China (National Health Commission atau NHC) melaporkan sebanyak 59.938 kematian akibat Covid-19 antara 8 Desember 2022 dan 12 Januari 2023.
Dari jumlah tersebut, 5.503 meninggal karena kegagalan pernapasan. Sedangkan 54.435 meninggal disebabkan penyakit bawaan yang dikombinasikan dengan virus Covid-19.
Usia rata-rata mereka yang meninggal adalah 80,3 tahun dan lebih dari 90% dari mereka memiliki penyakit bawaan, termasuk penyakit kardiovaskular, tumor lanjut dan penyakit metabolik.
Kepala Biro Administrasi Medis NHC Jiao Yahui mengatakan, jumlah kematian orang lanjut usia (lansia) relatif tinggi karena meningkatnya insiden penyakit pernafasan dan penyakit kardiovaskular di musim dingin di kalangan orang tua.
Baca Juga: IMF: 2023 akan Menjadi Tahun yang Sulit bagi Ekonomi Global
Jumlah kematian yang hampir menyentuh 60.000 ini menjadi jumlah kematian terbesar pertama yang dirilis oleh pemerintah China sejak pelonggaran kebijakan Covid-19 diberlakukan pada awal Desember.
Sementara itu, dilansir AFP, pemerintah China dituduh tidak melaporkan jumlah kematian akibat virus Covid-19 dengan benar sejak pelonggaran. Pemerintah China hanya mencatat belasan atau 22 kematian secara resmi pada bulan Desember.
Pada Desember 2022, Beijing merevisi definisi terkait kategori kematian akibat Covid-19. Dengan revisi aturan itu, China hanya akan menghitung pasien yang meninggal langsung karena gagal pernapasan akibat Covid-19.
World Health Organization (WH) pun mengkritik keputusan revisi aturan itu lantaran definisi baru tersebut dinilai terlalu sempit. Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menegaskan, WHO terus meminta China untuk mendata dengan lebih cepat, teratur, dan terpercaya terkait kematian, penyebaran virus, dan rawat inap.
Baca Juga: Data Ekonomi Terbaru Turunkan Potensi Resesi Global 2023
WHO menduga, pemerintah China telah melakukan manipulasi data mengenai angka kematian Covid-19 karena hanya mencatat puluhan kematian kematian akibat Covid-19.
Adapun, Beijing telah menegakan pihaknya sudah transparan kepada masyarakat internasional terkait data kematian akibat Covid-19. Mereka juga mendesak WHO untuk menjunjung tinggi sikap ilmiah, objektif, dan adil.