Reporter: Agung Jatmiko | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - BRASILIA. China menolak usulan Brasil yang menginginkan adanya kuota impor baru untuk gula Brasil yang akan menghadapi retribusi sebesar 50%.
Mengutip Reuters, Sabtu (7/4), Brasil mengusulkan kuota baru impor gula Brasil di China sebagai langkah untuk menyelesaikan percecokan perdagangan antara kedua negara. Namun, penolakan China ini kemungkinan akan memperpanjang perselisihan yang telah mengekang ekspor gula Brasil di saat surplus gula global menghantam harga.
China saat ini mengizinkan impor gula 1,94 juta ton setahun dengan tarif 15%, sebagai bagian dari komitmennya terhadap organisasi perdagangan dunia atau world Trade Organization (WTO). Impor di luar level itu menghadapi retribusi 50%.
Mei 2017 lalu, China memperkenalkan bea masuk 45% tambahan untuk impor dari beberapa negara, termasuk petani besar seperti Brazil dan Thailand, untuk melindungi industrinya dari apa yang diidentifikasi sebagai lonjakan impor.
Pada saat itu, industri gula Brasil mengatakan tarif yang dalam beberapa kasus mencapai 95%, tidak dapat dibenarkan. Eduardo Leao, Direktur Unica Group, mengatakan pada 22 Mei 2017 bahwa apa yang disebut tindakan pengamanan yang dilakukan China tersebut dapat mengurangi penjualan Brasil ke China sebesar 800.000 ton dalam 12 bulan berikutnya.
Dia mengatakan Brasil dapat meminta WTO untuk membuka panel untuk mengevaluasi masalah jika pembicaraan dengan Beijing tidak memuaskan. Brasil sejak itu mengusulkan bahwa sejumlah terbatas pengiriman Brasil dibebaskan dari pungutan tambahan.
Brasil sendiri dulunya adalah pengekspor gula terbesar ke China, yang menyumbang sekitar 50% pangsa pasar yang diperkirakan oleh Unica sekitar 6 juta ton per tahun.
Ekspor gula Brasil ke China turun dari 2,15 juta ton pada tahun panen 2016/17 menjadi hanya 115.000 ton pada 2017/18, menurut angka dari Unica, sebagai hasil dari kebijakan retribusi China.
Dalam sebuah pernyataan baru-baru ini, Unica mengatakan tindakan itu mengarah pada penyelundupan gula ke China, yang saat ini sudah mencapai sekitar 2 juta ton.