Sumber: Forbes |
LONDON. Obralan komoditi telah memukul emas, minyak, logam, gula. Sebaliknya, semuanya telah membuat dolar Amerika perkasa. Dolar mencapai pucuk tertingginya dalam dua tahun ini pada hari Rabu (22/10) dan investor memilih dolar sebagai pegangan yang cukup aman. Menguatnya dolar ini membuat harga komoditi dalam mata uang dolar tergerus lantaran nilainya menjadi murah. sementara nilai dolar sendiri terlihat lebih kuat.
Nilai satu euro jatuh menjadi US$ 1,2886 dari US$ 1,30. Sementara itu, poundsterling juga merosot menjadi US$ 1,6208 dari US$ 1,6698.
Mata uang lain juga mengalami depresiasi sejalan dengan upaya bank sentral menyuntikkan dana pada sistem perbankan nasionalnya. Amerika telah melakukan hal yang sama, namun nilai dolar masih cukup menguntungkan sebagai pegangan.
"Sesungguhnya terlalu dini untuk menyatakan bahwa intervensi pemerintah telah berpengaruh," kata Cleveland Rueckert, analis Birinyi Associates. Ia mengimbuhkan, saat ini pasar tengah melihat suku bunga perbankan mulai kendur sejalan dengan suku bunga London Interbank Offered Rate (Libor) juga menciut.
Meluruhnya suku bunga yang ditawarkan Libor merupakan sinyal dukungan lantaran sinyal tersebut mampu menenteramkan kondisi pinjaman. Libor tiga bulan merosot dari 3,83% pad ahari Selasa (21/10) menjadi 3,54% pada hari Rabu (22/10). Libor ini sudah menyusut sejak The Fed dan bank sentral di Amerika membuka sumbat di awal bulan yang memungkinkan perbankan Eropa untuk mendapatkan pinjaman dolar Amerika sebanyak mungkin yang mereka perlukan.
Sementara itu, minyak dunia jatuh di angka terendah sepanjang 16 bulan ini, yaitu US$ 68 per barel pada hari Rabu kemarin. Prospek pemangangkasan produksi yang cukup besar oleh OPEC nyatanya tidak cukup bisa menghentikan harga minyak yang kian turun. OPEC berharap bisa memangkas produksinya sebanyak 1-2 juta barel.
Nilai satu euro jatuh menjadi US$ 1,2886 dari US$ 1,30. Sementara itu, poundsterling juga merosot menjadi US$ 1,6208 dari US$ 1,6698.
Mata uang lain juga mengalami depresiasi sejalan dengan upaya bank sentral menyuntikkan dana pada sistem perbankan nasionalnya. Amerika telah melakukan hal yang sama, namun nilai dolar masih cukup menguntungkan sebagai pegangan.
"Sesungguhnya terlalu dini untuk menyatakan bahwa intervensi pemerintah telah berpengaruh," kata Cleveland Rueckert, analis Birinyi Associates. Ia mengimbuhkan, saat ini pasar tengah melihat suku bunga perbankan mulai kendur sejalan dengan suku bunga London Interbank Offered Rate (Libor) juga menciut.
Meluruhnya suku bunga yang ditawarkan Libor merupakan sinyal dukungan lantaran sinyal tersebut mampu menenteramkan kondisi pinjaman. Libor tiga bulan merosot dari 3,83% pad ahari Selasa (21/10) menjadi 3,54% pada hari Rabu (22/10). Libor ini sudah menyusut sejak The Fed dan bank sentral di Amerika membuka sumbat di awal bulan yang memungkinkan perbankan Eropa untuk mendapatkan pinjaman dolar Amerika sebanyak mungkin yang mereka perlukan.
Sementara itu, minyak dunia jatuh di angka terendah sepanjang 16 bulan ini, yaitu US$ 68 per barel pada hari Rabu kemarin. Prospek pemangangkasan produksi yang cukup besar oleh OPEC nyatanya tidak cukup bisa menghentikan harga minyak yang kian turun. OPEC berharap bisa memangkas produksinya sebanyak 1-2 juta barel.
Berita Terkait
Internasional
Tertekan, Nilai Dolar Terus Melemah atas Yen
Internasional