Reporter: Sandy Baskoro |
TOKYO. Memanfaatkan koreksi harga emas di pasar internasional, para investor Jepang berburu reksadana atau exchange traded fund (ETF) emas di bursa setempat. Dus, volume transaksi ETF emas di bursa Jepang meningkat 10% di awal Juli tahun ini.
Selain mengintip peluang untung dari koreksi harga logam mulia, investor mendekap reksadana emas, Alasan mereka, demi lindung nilai dari ancaman inflasi ketika nilai tukar yen melemah.
Volume transaksi emas yang dibalut produk ETF telah melampaui 6 metrik ton pada 5 Juli. Jumlah ini mendekati rekor pada Oktober 2012, ungkap Osamu Hoshi, General Manager Mitsubishi UFJ Trust and Banking Corp, seperti dikutip Bloomberg, Selasa (9/7). Mitsubishi telah menjual produk ETF emas sejak tiga tahun lalu. Per 5 Juli 2013, nilai aset reksadana emas milik perusahaan itu menyusut 5% lantaran harga emas berjangka dalam mata uang yen menurun 13%.
Harga emas di London berpotensi mengalami penurunan tahunan yang pertama kali sejak 13 tahun terakhir. Ini lantaran Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) berniat memangkas program stimulus sehingga mendongkrak dollar AS dan memudarkan pesona emas sebagai aset alternatif.
Alhasil, nilai kepemilikan ETF emas yang diperdagangkan di bursa global menyusut 24% pada tahun ini, atau terpangkas sekitar US$ 61,8 miliar dari nilai aset. "Di sini, logam mulia diburu sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan kerugian di pasar keuangan," ucap Hoshi. Para investor Jepang tertarik membeli emas lantaran harganya sudah rendah.
Harga emas untuk pengiriman segera, ditransaksikan US$ 1.247,78 per ons troi kemarin di Tokyo. Harga logam mulia telah melorot 23% di kuartal kedua tahun ini. Investor global ramai-ramai menjual 404,4 ton produk ETF berbasis emas karena harga terus terperosok memasuki fase bearish pada April lalu.
Produk ETF besutan Mitsubishi UFJ terkait dengan harga emas berbasis yen di Tokyo Commodity Exchange, bursa komoditas terbesar di Jepang. Harga emas berjangka di bursa Jepang telah meleleh 12% pada tahun ini. Penurunan itu lebih rendah dibandingkan koreksi di pasar spot sebesar 26% akibat depresiasi yen terhadap dollar AS hingga 14%.
Survei Bank of Japan (BoJ) memperlihatkan, ekspektasi inflasi di negara itu berkisar 3% di kuartal kedua tahun ini.
Gubernur BoJ, Haruhiko Kuroda, menerapkan kebijakan pelonggaran moneter yang belum pernah terjadi sebelumnya demi mendorong konsumsi dan permintaan kredit. Langkah itu sejalan dengan kebijakan Perdana Menteri Shinzo Abe untuk mengakhiri deflasi dan merevitalisasi perekonomian terbesar ketiga di dunia tersebut. Program yang diusung AbeĀ dikenal dengan nama Abenomics.
Konsumen Jepang siap menjadi pembeli bersih emas untuk pertama kali dalam delapan tahun terakhir. Hal ini sejalan dengan pelemahan yen dan lonjakan inflasi, sehingga mendorong investor mencari tameng berupa save haven, yakni logam mulia.