Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Test Test
John Fredriksen merupakan penggemar berat olahraga sepakbola. Selain sebagai fans klub Tranmere Rovers, ia juga pemegang saham mayoritas salah satu klub raksasa Norwegia, FC Valerenga. Dia melakukan perubahan besar-besaran di tubuh manajemen dan membangun stadion baru untuk Valerenga. Baginya, sepakbola dan kehidupan nyata memiliki kesamaan. Keduanya membutuhkan kreativitas dan keberanian untuk sukses memperoleh kemenangan.
Sukses John Fredriksen dalam mengelola bisnis perkapalan bukan berarti tanpa kendala. Hambatan terbesar justru datang dari negara tanah kelahirannya sendiri, Norwegia.
Itu sebabnya, pada 1985, ia memutuskan pindah ke Siprus. Selain karena negara tersebut memang terkenal sebagai pusat pelabuhan kapal-kapal tanker dunia, Fredriksen menilai Norwegia sudah tidak kondusif lagi untuk mengembangkan usahanya.
Soalnya, Norwegia menerapkan pajak yang sangat tinggi bagi para pebisnis perkapalan. Sudah begitu, peraturan yang berkaitan dengan kegiatan usaha juga acap kali berubah. "Menurut saya, mustahil mengembangkan bisnis perkapalan di Norwegia pada saat itu," tutur Frediksen.
Tapi, persaingan bisnis dengan taipan-taipan perkapalan yang sudah lebih dahulu eksis di Negeri Viking juga diduga menjadi penyebab hengkangnya Fredriksen ke Siprus, sekalipun ia tetap dipandang oleh para pengusaha kawakan di Norwegia.
Penggeledahan kantornya di Oslo pada 1986 semakin membuat Fredriksen tidak nyaman lagi berada di Norwegia. Apalagi, tuduhan-tuduhan miring dan pemeriksaan terhadap aset-asetnya juga sering ia terima dalam periode akhir 1980-an.
Tak hanya memindahkan basis perusahaannya, pada 2006 Fredriksen akhirnya juga beralih kewarganegaraan menjadi warga negara Siprus. Buntutnya, Norwegia hanya ia anggap sebagai tanah kelahiran saja, tidak lebih.
Namun, Fredriksen punya kecintaan terhadap dunia olah raga Norwegia. Selain sebagai fans klub divisi satu Liga Inggris, Tranmere Rovers, dia juga pemilik saham mayoritas salah satu klub raksasa Norwegia, FC Valerenga.
Ia membeli 68,9% saham klub bola tersebut pada 2001. Sejak Fredriksen masuk, Valerenga berubah sangat signifikan. Di 2003, dia melakukan penyehatan finansial dan melakukan perubahan manajemen Valerenga
Bahkan, pada 2004, Fredriksen mengeluarkan ide pembangunan stadion untuk Valerenga. Sebab, selama ini Valerenga menumpang di Ullevaal, stadion milik Persatuan Sepakbola Norwegia. Keinginan itu mendapat dukungan penuh dari pemerintah kota, penduduk Oslo, dan pastinya, pendukung fanatik Valerenga, The Clan.
Sontak saja, Fredriksen dielu-elukan oleh The Clan yang merupakan suporter terbesar di Norwegia dengan jumlah anggota mencapai 10.000 orang.
Akhirnya pada 2008, stadion baru Valerenga berdiri dengan nama Valle Hovin berkapasitas 22.000 penonton, tepat berlokasi di jantung kota Oslo. Kabarnya, pembangunan stadion tersebut melahap dana US$ 300 juta.
Di 2007, harian Inggris Daily Mail menuliskan bahwa Fredriksen siap membeli klub Tottenham Hotspurs. Namun, ia menyatakan, masih mempertimbangkan niatan itu karena juga memiliki ketertarikan menguasai beberapa klub Inggris lainnya, seperti Liverpool dan Manchester City.
Fredriksen juga memiliki hubungan yang cukup erat dengan taipan minyak asal Rusia, pemilik Chelsea, Roman Abramovich. Meski begitu, pada 2008 ia menolak tawaran Abramovich untuk menjual rumah historisnya di Chelsea senilai US$ 200 juta. Dari rumah ini, Fredriksen mengontrol ketiga perusahaannya. Karena, "Terkadang, kecintaan terhadap seni tidak bisa dinilai dengan uang," tegasnya.
Ia juga memiliki filosofi tertentu berkenaan dengan sepak bola. Menurut Fredriksen, ada kesamaan antara permainan bola dengan kehidupan nyata. Keduanya membutuhkan kreativitas dan keberanian untuk sukses memperoleh kemenangan. "Tentunya juga, harus dibarengi perhitungan dan disiplin," tambah dia.
(Selesai)