Sumber: Reuters | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Mata uang dolar AS melemah terhadap sejumlah mata uang utama lainnya pada Selasa (10/1). Dolar turun karena investor berhati-hati bahwa Federal Reserve mungkin mendekati akhir siklus kenaikan suku bunga.
Selain itu, pembukaan kembali China mendorong permintaan aset-aset berisiko.
Pasar semakin ragu bahwa The Fed harus menaikkan suku bunga di atas 5% untuk mendinginkan inflasi. Sebab, dampak dari kenaikan suku bunga yang agresif tahun lalu telah terasa dalam perekonomian.
Investor sekarang memperkirakan suku bunga The Fed akan mencapai puncaknya di bawah 5% pada bulan Juni 2023.
Baca Juga: Rupiah Spot Melemah Terhadap Dolar AS Pada Perdagangan Selasa (10/1) Pagi
Data pekerjaan di Amerika Serikat (AS) minggu lalu menunjukkan bahwa ekonomi AS telah menambahkan pekerjaan yang solid pada bulan Desember 2022. AS juga mencatat perlambatan dalam pertumbuhan kenaikan upah.
Penurunan dolar mendorong euro menguat ke level tertinggi dalam tujuh bulan di US$ 1,07605 di sesi sebelumnya.
Terhadap sekeranjang mata uang, indeks dolar AS naik tipis 0,04% menjadi 103,21 pada Senin (9/11), setelah jatuh 0,7% dan menyentuh level terendah tujuh bulan di 102,93 di sesi sebelumnya.
"Pendakian besar dolar telah dimulai," kata George Saravelos, kepala penelitian FX di Deutsche Bank.
Iklan
Pembukaan kembali China yang cepat juga memberikan dorongan lain terhadap aset berisiko dari safe haven greenback, dengan Aussie yang sensitif terhadap risiko melonjak ke level tertinggi dalam empat bulan di US$ 0,6950 di sesi sebelumnya.
Mata uang Kiwi stabil di US$ 0,6373, tidak jauh dari level tertinggi lebih dari tiga minggu.
Sementara, Yuan offshore naik ke level tertinggi dalam hampir lima bulan di 6,7665 per dolar AS.
Baca Juga: Rupiah Diprediksi Tertekan Pada Selasa (10/1), Simak Sentimennya