Sumber: Reuters | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - SHANGHAI. Saat ini, di China sedang booming bisnis debt collector alias penagih utang. Sayangnya, hal ini bukanlah pertanda baik.
Contohnya Whole Scene Asset Management, sebuah firma pemulihan hutang yang berbasis di provinsi selatan Hunan, berencana untuk menggandakan jumlah staf penagih utang menjadi 400 orang di tahun ini karena ekspansi mereka ke kota-kota baru.
Baca Juga: Ditujukan ke Taiwan, China gelar latihan militer di Selat Taiwan
"Perusahaan penagih utang telah menjamur. Dan dengan buruknya pinjaman di tahun ini, semua orang membutuhkan lebih banyak tenaga," kata pendiri perusahaan, Zhang Haiyan seperti dikutip Reuters.
Sementara sejumlah sumber menyebut, saingan Whole Scene yakni Bricsman juga merekrut sekitar 400-500 orang di tahun ini setelah mendapatkan kesepakatan untuk mengumpulkan pinjaman konsumen yang menunggak dari China Minsheng Bank.
Seiring meningkatnya jumlah konsumen yang berjuang dengan hilangnya pendapatan ekonomi yang dilanda virus corona dan ketegangan AS-China, gelombang kredit macet yang meningkat memicu kekhawatiran di antara pemberi pinjaman, baik di perusahaan pembiayaan konsumen maupun bank.
"China berada di tengah-tengah krisis utang yang sedang berlangsung", kata Joe Zhang, seorang konsultan bisnis dan praktisi bisnis pengelolaan utang.
Baca Juga: AS: Ancaman China saat ini lebih berbahaya dibanding Uni Soviet saat Perang Dingin
Tingkat tunggakan hutang konsumen meningkat dan penagihan pinjaman tersebut menjadi jauh lebih sulit. Ia memperkirakan pada beberapa pemberi pinjaman konsumen non-bank, pinjaman bermasalah mungkin mencapai 30% sampai 50% dari portofolio mereka.
Itu menjadi pertanda buruk tidak hanya bagi upaya Beijing untuk memacu permintaan domestik tetapi juga untuk kesehatan keuangan perusahaan pemberi pinjaman konsumen yang dipandang penting untuk menopang ekonomi yang dilanda pandemi.